pencemaranoleh zat pewarna yang adakalanya berupa ancaman kanker, serta keinginan menghasilkan atau memiliki suatu keunikan ,telah membawa nafas baru bagi kebangkitan kembali zat pewarna alami. (Wardah dan Setyowati, 1999:2) Penelitian ini akan dibatasi untuk meneliti zat pewarna alam yang bersumber dari tumbuhan yaitu: “mahoni”.

JAKARTA, - Memiliki pakaian dari pewarna alam memang ramah lingkungan. Namun, perawatan pakaian dengan pewarna alam tidaklah mudah. Jika salah merawat, justru warna pada kain akan luntur atau bahkan hilang sama sekali. Founder Halomasin - yang bergerak mengembangkan kain Sasirangan dengan pewarna alam, Santika Syaravina, memberikan tips perawatan agar warna kain semacam itu tetap saat pertama kali mencuci, rendamlah air dengan air garam, bilas dan keringkan. Kedua, pastikan untuk tidak mencuci dengan deterjen. Cukup gunakan sabun cair atau lerak untuk pakaian halus. Baca juga Batik dengan Pewarna Alami Indonesia Memesona Publik Swedia dan LatviaKetiga, hindari penggunaan mesin cuci. "Cukup pakai tangan, karena pakai mesin kan muter, nanti saat dikeringkan pigmen-nya keangkat," kata Santika kepada Jakarta, Sabtu 26/5/2018. DIRGA CAHYA Kain Sasirangan dengan pewarna alam dari Halomasin Keempat, dilarang mencuci dry clean karena justru bisa merusak warna. Kelima, setelah dicuci, hindari terkena matahari langsung. Cari tempat di bawah atap dengan udara yang mengalir masuk keluar. Keenam, saat menyetrika hindari terkena panas tinggi.
Lebihbaik pilih warna makanan alami yang soft atau halus dan tidak ‘ngejreng’. Baca jenis dan jumlah pewarna yang dipergunakan. Perhatikan label pada setiap kemasan produk. 2.Pewarna Alami. Pewarna alami merupakan zat pewarna alami yang diperoleh dari tumbuhan, hewan atau sumber-sumber mineral (Winarno, 1997).
PROSES MORDANTING Kain sebelum dibatik jika ingin diproses dengan Zat Warna Alam sebaiknya diproses mordan terlebih dahulu. Hal ini dlakukan agar zat warna alam yang menempel pada kain tidak cepat pudar. Resep mordanting untuk 500 gram kain katun. Kain direndam dalam larutan 2 gram/liter air dan TRO selama semalam. Cuci bersih. Rebus dalam air yang mengandung 100 gram tawas dalam soda abu 30 gram selama 1 jam. Keringkan dan siap di warna alam. CARA PEWARNAAN DENGAN ZWA INDIGO Kain yang sudah dibasahi dicelupkan pada zat pewarna bersuhu dingin, Kemudian dijemur di tempat yang teduh dan dalam keadaaan setengah kering, celup berulang-ulang hingga sesuai ketuaan warna yang dikehendaki minimal 5 x. Setelah kering , kain tersebut di fiksasi dengan larutan air cuka + jeruk nipis. Cuci bersih dan jemur di tempat sejuk dan tidak terpapar sinar matahari. PEMBUATAN LARUTAN FIKSASI Pada akhir proses pewarnaan alam, ikatan antara zat warna alam yang sudah terikat oleh serat masih perlu diperkuat lagi dengan garam logam seperti tawas K SO42, kapur Ca OH2 dan tunjung FeSO4. Selain memperkuat ikatan, garam logam juga berfungsi untuk mengubah arah warna ZWA, sesuai jenis garam logam yang mengikatnya. Pada kebanyakan warna alam, tawas akan memberikan arah warna yang sesuai dengan warna aslinya, sedangkan tunjung akan memberikan arah warna lebih gelap/tua. Pada pewarnaan dengan indigo, fiksasi yang digunakan ialah dengan larutan air cuka 0,5 ml/l dengan ditambahkan 1 buah jeruk nipis/ 20 l. Info WA. 081328628227
VENONDe-artistic Hair Treatment Coat New Sensation (Ungu) adalah vitamin rambut yang cocok untuk merawat kutikula rambut yang diwarnai dan rusak.Secara intensif mempertahankan warna rambut agar tidak mudah pudar serta memberi efek conditioning agar rambut yang sering diwarnai tidak mudah rusak (bercabang, kering, kusam). Jawabanagar proses pewarnaan dengan bahan alami tidak pudar langkah awal yang dilakukan adalah proses fiksasi biasain b indo kak, kalo platform nya banyak orang indo. Siapa tau ada yang ga ngerti omongan kakak lmao, there are uneducated people here Penggunaanzat pewarna kimia yang berlebihan dapat mencemarkan lingkungan, membahayakan kehidupan manusia dan alam. Penutup. Kedua jenis zat pewarna ini mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing. Namun, opini penulis adalah lebih baik menggunakan zat pewarna alami. Tentunya, penggunan zat pewarna alami harus melibatkan segenap pihak.

Kimia Zat Warna / Chemical Dyes 0621 Macam-macam Zat Warna Kimia Zat warna Tekstil Dalam kerajinan tekstil, ada beberapa keteknikan yang menggunakan bahan pewarna antara lain teknik batik, cetak saring, tenun, tapestri, renda, dan rajut. Zat warna tekstil dapat digolongkan menurut cara perolehannya yaitu zat warna alam dan zat warna sintetis. Sebelum kita mengenal zat warna terlebih dahulu kita mengenal warna menurut spektrum atau panjang gelombang yang terserap. 1. Pengertian Warna Daerah tampak dari spektrum terdiri dari radiasi elektromagnetik yang terletak pada panjang gelombang antara 4000 Angstrum 400 nm sampai 8000 Angstrum 800 nm dimana 1 Angstrum = 10-8 cm = 0,1 nano meter. Sedangkan radiasi penyinaran di bawah 4000 Angstrum tidak akan tampak karena terletak pada daerah ultra violet, dan di atas 8000 Angstrum adalah daerah infra merah juga tidak tampak oleh mata. Radiasi yang tersebar secara merata antara 4000 Å- 8000 Åakan tampak sebagai cahaya putih, yang akan terurai dalam warna-warna spektrum bias dengan adanya penyaringan prisma. Warna-warna spektrum berturut-turut adalah Violet, Indigo, Biru, Hijau, Kuning, Jingga dan Merah. Untuk lebih jelasnya lihat tabel spektrum di bawah Panjang gelombang ? lamda Warna terserap Warna tampak 4000 – 4350 4350 – 4800 4800 – 4900 4900 – 5000 5000 – 5600 5600 – 5800 5800 – 5950 5950 – 6050 6050 – 7500 Violet Biru Hijau – Biru Biru– Hijau Hijau Kuning – Hijau Kuning Jingga Merah Kuning – Hijau Kuning Jingga Merah Ungu Violet Biru Hijau – Biru Biru - hijau 2- Percampuran warna Hampir semua warna yang terdapat dalam bahan tekstil dapat diperoleh dengan cara mencampurkan tiga jenis zat warna. Untuk dapat memahami hal ini diperlukan pengertian tentang sifat-sifat warna primer dan jenis-jenis penyempurnaan. Spektrum yang tampak dalam pelangi mengandung beraneka warna dari Merah, jingga, kuning, hujau, biru dan lembayung. Warnawarna tersebut diperoleh dengan cara melewatkan cahaya putih melalui prisma. Sebaliknya warna spektrum tersebut mudah digabungkan lagi dengan prisma menjadi cahaya putih. Tetapi cahaya putih dapat pula diperoleh dengan cara menggabungkan tiga jenis cahaya yakni merah, hijau dan biru. Ketiga cahaya tersebut disebut cahaya primer. Hal ini dapat dilihat pada diagram komposisi cahaya primer ideal. Pencampuran cahaya dapat menghasilkan warna putih disebut proses pencampuran warna secara aditif. Dalam percobaan dengan menggunakan filter-filter warna yang sesuai, kemudian mencampur ketiga warna tersebut pada layar putih. Dengan percobaan tersebut akan terlihat bahwa pada dua pasang cahaya primer akan menghasilkan warna-warna sekunder seperti berikut Merah + Biru = Magenta Merah + Hijau = Kuning Biru + Hijau = Sian Sedangkan pada pencampuran warna subtraktif akan terjadi pada peristiwa pencelupan dan printing. Hasil yang diperoleh berbeda dengan pencampuran warna secara adaptif. Pencampuran warna secara subtraktif yaitu digunakan warna – warna sekunder. Dapat dilihat pada gambar dan tabel berikut. 3- Zat warna alam natural dyes Zat warna alam natural dyes adalah zat warna yang diperoleh dari alam/ tumbuh-tumbuhan baik secara langsung maupun tidak langsung. Agar zat pewarna alam tidak pudar dan dapat menempel dengan baik, proses pewarnaannya didahului dengan mordanting yaitu memasukkan unsur logam ke dalam serat Tawas/Al. Bahan pewarna alam yang bisa digunakan untuk tekstil dapat diambil pada tumbuhan bagian Daun, Buah, Kuli kayu, kayu atau bunga. Tumbuhan penghasil warna alam selain tersebut di atas, sampai saat ini sudah ditemukan sekitar 150 jenis tumbuhan yang diteliti oleh Balai Besar Kerajinan dan Batik Yogyakarta. Tanaman lain diantaranya Morinda citrifolia Jawa pace, mengkudu, Hawai noni, menghasilkan warna merah dari kulit akar, warna soga dihasilkan oleh tiga jenis tanaman yang digabungkan atau diekstrak bersama-sama antara Ceriops condolleana Jawa tingi, Pelthopherum pterocarpum Jawa jambal dan Cudrania javanensis Jawa tegeran dicampur menjadi satu, dengan perbandingan 421 yang berasal dari kayu atau kulit kayunya. 4- Zat warna sintetis synthetic dyes Zat warna sintetis synthetic dyes atau zat wana kimia mudah diperoleh, stabil dan praktis pemakaiannya. Zat Warna sintetis dalam tekstil merupakan turunan hidrokarbon aromatik seperti benzena, toluena, naftalena dan antrasena diperoleh dari ter arang batubara coal, tar, dyestuff yang merupakan cairan kental berwarna hitam dengan berat jenis 1,03 - 1,30 dan terdiri dari despersi karbon dalam minyak. Minyak tersebut tersusun dari beberapa jenis senyawa dari bentuk yang paling sederhana misalnya benzena C6H6 sampai bentuk yang rumit mialnya krisena C18H12 dan pisena C22Hn. Macam-macam zat warna sintetis antara lain 1- Zat warna Direk 2- Zat warna Asam 3- Zat warna Basa 4- Zat warna Napthol 5- Zat warna Belerang 6- Zat warna Pigmen 7- Zat warna Dispersi 8- Zat warna Bejana 9- Zat warna Bejana larut Indigosol 10- Zat warna Reaktif Tidak semua zat warna sintetis bisa dipakai untuk pewarnaan bahan kerajinan, karena ada zat warna yang prosesnya memerlukan perlakuan khusus, sehingga hanya bisa dipakai pada skala industri. Tetapi zat warna sintetis yang banyak dipakai untuk pewarnaan bahan kerajinan.

Cucibersih dan jemur di tempat sejuk dan tidak terpapar sinar matahari. PEMBUATAN LARUTAN FIKSASI. Pada akhir proses pewarnaan alam, ikatan antara zat warna alam yang sudah terikat oleh serat masih perlu diperkuat lagi dengan garam logam seperti tawas (K (SO4)2), kapur (Ca (OH)2) dan tunjung (FeSO4). Pewarna pada bahan tekstil telah dikenal di negeri Cina, India, dan Mesir sejak tahun 2500 sebelum masehi. Pada umumnya, pewarna bahan tekstil dikerjakan dengan zat-zat warna yang berasal dari alam, misalnya dari tumbuh-tumbuhan, binatang, dan mineral-mineral. Di Indonesia pewarna alam terbagi dalam periode sebelum tahun 1856, sesudah tahun 1856-1995, dan setelah tahun 1995 hingga masa yang akan datang Sunarto, 2008 71. Zat warna merupakan bahan pewarna yang dapat larut dalam air atau menjadi bahan yang dapat larut dalam air dan mempunyai daya tarik terhadap serat. Sementara Chatib W 1980 47 menyebutkan bahwa zat warna adalah semua zat berwarna yang mempunyai kemampuan untuk dicelupkan pada serat tekstil dan mudah dihilangkan kembali. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa zat warna adalah bahan pewarna yang mempunyai kemampuan untuk dicelupkan dan daya tarik terhadap serat serta dapat dihilangkan kembali. Isminingsih dalam Fitrihana 2007 1 penggolongan zat warna tekstil digolongkan menjadi 2 yaitu pertama, Zat Pewarna Alam ZPA yaitu zat warna yang berasal dari bahan-bahan alam pada umumnya dari hasil ekstrak tumbuhan atau hewan. Kedua, Zat Pewarna Sintetis ZPS yaitu zat warna buatan atau sintetis 18 dibuat dengan reaksi kimia dengan bahan dasar arang batu bara atau minyak bumi yang merupakan hasil senyawa turunan hidrokarbon aromatik seperti benzena, naflasena, dan anstrasena. Van Croft menggolongkan zat warna berdasarkan pemakaiannya yaitu, misalnya zat warna yang langsung dapat mewarnai serat disebut sebagai zat warna substantif dan zat warna yang memerlukan zat-zat pembantu supaya dapat mewarnai serat disebut zat reaktif. Kemudian Henneck membagi zat warna menjadi dua bagian menurut warna yang ditimbulkannya, yakni zat warna motogenetik apabila hanya memberikan satu warna dan zat warna poligenatik apabila dapat memberikan beberapa warna. Penggolongan zat warna yang lebih umum dikenal adalah berdasarkan konstitusi struktur molekul dan berdasarkan aplikasi cara pewarnaannya pada bahan, misalnya di dalam pencelupan dan pencapan bahan tekstil, kulit, kertas dan bahan-bahan lain. Penggolongan lain yang biasa digunakan terutama pada proses pencelupan dan pencapan pada industri tekstil adalah penggolongan berdasarkan aplikasi cara pewarnaan. Zat warna tersebut dapat digolongkan sebagai zat warna asam, basa, direk, dispersi, pigmen, reaktif, solven, belerang, bejana, dan lain-lain Agustina, 2012 56. Sunarto 2008154-155 mengemukakan bahwa zat warna dapat digolongkan menurut cara diperolehnya, yaitu zat warna alam dan zat warna sintetik. Berdasarkan sifat pencelupannya, zat warna dapat digolongkan sebagai zat warna substantif, yaitu zat warna yang langsung dapat mewarnai serat dan zat warna ajektif, yaitu zat warna yang mengeluarkan zat pembantu pokok untuk dapat mewarnai serat. Berdasarkan warna yang ditimbulkan zat warna digolongkan 19 menjadi zat warna monogenetik yaitu zat warna yang hanya memberikan arah satu warna dan zat warna poligenetik yaitu zat warna yang memberikan beberapa arah warna. Penggolongan lainnya adalah berdasarkan susunan kimia atau inti zat warna tersebut, yaitu zat warna- nitroso, belerang, bejana, naftol, dispersi, dan reaktif. Zat Warna Alam Zat warna alam merupakan zat pewarna yang digunakan pada pewarnaan kain batik menggunakan bahan baku alam bersumber dari tumbuh-tumbuhan di sekitar lingkungan yang berasal dari bagian akar, rimpang, kulit kayu, getah, daun, dan buah seperti Vaccium sp., M. Citrifolia, C. Domestica, Zyzygium sp., Ziziplus sp., dan Gmelina sp dari tumbuhan tersebut dapat menghasilkan warna merah, kuning, dan hitam Harbeluben, 2005 281. Zat warna alam natural dyes adalah zat warna yang diperoleh dari alam atau tumbuh-tumbuhan baik secara langsung maupun tidak langsung. Agar zat warna alam tidak pudar dan dapat menempel dengan baik, proses pewarnaannya didahului dengan mordanting yaitu memasukkan unsur logam ke dalam serat tawas. Bahan pewarna alam yang bisa digunakan untuk tekstil dapat diambil pada tumbuhan bagian daun, buah, kulit kayu, kayu atau bunga Budiyono, 2008 69. Keunggulan kain yang menggunakan pewarna alam adalah kain tersebut akan kontras dipandang, terasa sejuk, dan menyehatkan kornea mata. Selain itu warna-warna yang dihasilkan dari proses pewarna alami cenderung menampilkan kesan luwes, lembut, dan tidak akan menghasilkan nada warna yang sama. Warna yang dihasilkan lebih elegan, bercita rasa tinggi dan mengurangi pencemaran lingkungan Sutara, 2009 218. 20 Beberapa data tanaman alam dan warna yang dihasilkan dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel Data Tanaman Alam dan Warna yang Dihasilkan Sumber Jenis Warna Tanaman Daun Tom Indigofera – Tinctoria Buah Biji Somba Bixa Orellana Kayu Secang Caisi pinia sappan L. Buah Pinang/ Jambe Areca catechu L. Kulit Kayu Mahoni Swietinia mahagoni JACQ Kulit Kayu Tingi Ceriops tagal PERR Daun Mangga Mangifera indica LINN Bunga Sri Gading Nyclanthes arbortritis L Sumber Data Kriya Tekstil Jilid 1, Budiyono 200870 Zat Warna Sintetis Zat Pewarna Sintetis ZPS yaitu zat warna buatan atau sintetis dibuat dengan reaksi kimia dengan bahan dasar ter arang batu bara atau minyak bumi yang merupakan hasil senyawa turunan hidrokarbon aromatik seperti benzena, naftalena, 21 dan antrasena. Keunggulan zat warna sintetis adalah lebih mudah diperoleh, ketersediaan warna terjamin, jenis warna bermacam-macam, dan lebih praktis dalam penggunaannya Fitrihana, 2007 1. Jenis zat warna sintetis untuk tekstil cukup banyak, namun hanya beberapa di antaranya yang dapat digunakan sebagai pewarna batik. Adapun zat warna yang biasa dipakai untuk mewarnai antara lain napthol, indigosol, dan rapide Dewi, 2017 683. Gambar Pewarna Tekstil Remasol Sumber Genjer Limnocharis flava Sebagai Pewarna Alam Tanaman Genjer Limnocharis flava Tanaman genjer berasal dari Amerika, bahasa internasional genjer dikenal sebagai limnocharis, sawah flower rush, sawah-lettuce, velvetleaf, yellow bur-head, atau icebolla de chucho. Tumbuhan ini tumbuh di permukaan perairan dengan akar yang masuk ke dalam lumpur. Tinggi tanaman genjer dapat mencapai setengah meter, memiliki daun tegak atau miring, tidak mengapung, batangnya panjang dan berlubang, dan bentuk helainya bervariasi. Genjer memiliki mahkota bunga berwarna kuning dengan diameter 1,5 cm dan kelopak bunga berwarna hijau Steenis, 1975 105-106. 22 Gambar Genjer Limnocharis flava Tanaman genjer biasa hidup di air, sawah ataupun rawa-rawa. Tanaman ini mempunyai akar serabut. Akar lembaga dari tanaman ini dalam perkembangan selanjutnya mati atau kemudian disusul oleh sejumlah akar yang kurang lebih sama besar dan semuanya keluar dari pangkal batang. Akar-akar ini bukan berasal dari calon akar yang asli yang dinamakan akar liar, bentuknya seperti serabut, dinamakan akar serabut radix adventicia. Tanaman genjer merupakan tanaman yang mempunyai daun yang termasuk kategori daun lengkap, memiliki ujung daun meruncing dengan pangkal yang tumpul, tepi daun rata, panjang 5-50 cm, lebar 4-25 cm, pertulangan daun sejajar, dan berwarna hijau. Batang tanaman genjer memiliki panjang 5-75 cm, tebal, berbentuk segitiga dengan banyak ruas udara, terdapat pelapis pada bagian dasar. Berdasarkan pada letaknya, bunga pada tanaman genjer ini terdapat di ketiak daun flos lateralis atau flos axillaries, majemuk, berbentuk payung, terdiri dari 3-15 kuntum, kepala putik, bulat, ujung melengkung ke arah dalam, dan berwarna kuning Anonim, 2009. 23 Bentuk ujung daun tanaman genjer Limnocharis flava ada yang runcing dan membulat, hal ini dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal. Daun memiliki sifat plastis, karena sifat plastis merupakan sifat mudah berubah dipengaruhi keadaan lingkungan, yang bertujuan untuk memaksimalkan kerja fungsi fisiologis daun seperti fotosintesis dan respirasi. Selain itu bentuk daun juga dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan gen. Warna daun di dataran rendah didominasi hijau tua dan pada dataran sedang berwarna hijau kekuningan, hal ini dikarenakan adanya pigmen kloroplas pada daun antar aksesi Chaidir, 2016 56-57. Tanaman genjer Limnocharis flava merupakan tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan. Ada dua macam bahan pangan, yaitu bahan pangan hewani dan nabati. Bahan pangan nabati ada yang berasal dari tumbuhan rendah dan tumbuhan tinggi dapat diperoleh dari hasil hutan yang berupa buah-buahan, dedaunan, dan biji-bijian. Dalam hal ini tanaman genjer Limnocharis flava termasuk bahan pangan sayur-sayuran yang dapat dimanfaatkan daunnya sebagai bahan pangan Sunarti, 2007 89. Genjer Limnocharis flava merupakan salah satu tumbuhan air yang berpotensi sebagai alternatif antioksidan alami, karena antioksidan terdapat dalam beberapa bentuk seperti vitamin, mineral dan fitokimia Nurjanah, 2014 185. Peningkatan presentasi kadar protein pada daun dan batang genjer setelah pengukusan terjadi karena adanya penguraian tanin pada daun dan batang genjer. Kandungan gizi dan mineral secara lengkap tersaji dalam tabel berikut. 24 Tabel Kandungan Gizi Tanaman Genjer Kandungan Gizi Banyak Kandungan Gizi Daun Genjer Batang Genjer Kadar Air 91,51 % 94,35 % Kadar Abu 1,70 % 1,22 % Kadar Lemak 1,18 % 1,15 % Kadar Protein 2,85 % 0,92 % Serat Kasar 1,04 % 0,75 % Wisnu, 2012 63 Tabel Kandungan Mineral Tanaman Genjer Kandungan Mineral Banyak Kandungan Mineral Kalium 256, 18 mg/ 100 g Kalsium 54,1 mg/ 100 g Magnesium 5,5 mg/ 100 g Tembaga 0,613 mg/ 100 g Fosfor 30,46 mg/ 100 g Natrium 6,54 mg/ 100 g Seng 1,24 mg/ 100 g Besi 15,71 mg/ 100 g Wisnu, 2012 63 Klasifikasi Tanamn Genjer Limnocharis flava Kedudukan tanaman genjer dalam tanaman diklasifikasikan menurut Plantamor 2008 sebagai berikut. Kingdom Plantae Subkingdom Tracheobionta Superdivisi Spermatophyta Divisi Magnoliophyta Kelas Liliopsida Ordo Alismatales Famili Limnocharitaceae Genus Limnocharis 25 Spesies Limnocharis flava Kandungan Zat Warna Genjer Limnocharis flava Pigmen adalah zat pewarna alami yang merupakan golongan senyawa berasal dari hewan atau tumbuhan, sebagaian besar pigmen warna dapat diperoleh dari produk tumbuh-tumbuhan, di dalam tumbuhan terdapat pigmen tumbuhan penimbul warna yang berbeda tergantung struktur kimia yang terdapat pada tumbuhan tersebut. Golongan pigmen tumbuhan dapat berbentuk klorofil, karetonoid, flavonoid dan kuinon Lemmens et al., dalam Santa, 2015 60. Genjer Limnocharis flava memiliki kandungan pigmen zat warna alam karotenoid dan flavonoid sebagai berikut. 1. Karotenoid Winarno dalam Widowati 2011 168 mengemukakan bahwa sayuran hijau banyak mengandung karoten sumber vitamin A. Ada hubungan langsung antara derajat kehijauan sayuran dengan kadar karoten. Semakin hijau semakin tinggi kadar karotennya, daun-daun yang pucat diketahui miskin karoten. Karotenoid adalah sekelompok pigem berwarna kuning, jingga, merah yang ditemukan pada tumbuhan, kulit, cangkang atau kerangka luar eksoskeleton hewan air serta hasil laut lainnya. Karotenoid alami memberikan pigmen warna secara alami pada tumbuhan seperti buah-buahan dan sayuran. Sumber yang kaya karetonoid adalah sayuran bewarna hijau tua dan buah-buahan berwarna jingga. Karotenoid bersifat tidak larut dalam air, tetapi larut dalam lemak. Karotenoid stabil pada pH netral, alkali namun tidak stabil pada kondisi asam, adanya udara atau oksigen, cahaya dan panas. Karotenoid tidak stabil karena Paraperempuan penenun di Desa Setanggor, Kabupaten Lombok Tengah, menjemur benang yang sudah diwarnai dari pewarna bahan alam. Foto: Fathul Rakhman/Mongabay Indonesia. Tidak semua perempuan di desa mau menjadi penenun. Makin tinggi pendidikan, makin tidak mau jadi penenun. Pekerjaan penenun identik dengan perempuan tak Pewarnaan kain batik dapat dilakukan dengan menggunakan zat warna alami dan zat warna sintetis. Keunggulan zat warna alam antara lain lebih murah, ramah lingkungan, dan menghasilkan warna yang khas. Salah satu zat warna alam yang berasal dari limbah yang dapat dimanfaatkan adalah limbah kulit buah rambutan. Kelemahan dari penggunaan pewarna alam yaitu ketahanan luntur warna dan intesitas ketuaan warna yang relatif kurang baik. Penggunaan zat fiksasi adalah salah alternatif untuk memecahkan masalah tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana pengaruh penggunaan konsentrasi dan jenis zat fiksasi kapur, tawas dan tunjung pada proses fiksasi terhadap daya tahan luntur dan penodaan warna kain batik katun yang dicelup dengan zwa ekstrak kulit buah rambutan. Bahan yang digunakan adalah kain batik katun yang dicelup dengan ekstrak zwa kulit buah rambutan, kemudian dilanjutkan pengerjaan fiksasi pada larutan kapur dengan variasi konsentrasi 5 g/l, 25 g/l dan 45 g/l pada setiap zat fiksasi sebagai variabel bebas dan variabel terikat yaitu ketahanan luntur dan penodaan warna terhadap pencucian. Hasil uji ketahanan luntur dan penodaan warna menunjukkan bahwa penggunaan zat fiksasi tawas didapatkan nilai ketahanan luntur yang lebih baik dibandingkan dengan zat fiksasi kapur dan tunjung sedangkan pada konsentrasi zat fiksasi yang berbeda menunjukkan bahwa pada penggunaan konsentrasi bahan fiksasi yang lebih tinggi 25% dan 45%, nilai greyscale dan stainingscale akan semakin baik. Kata kunci rambutan, pewarna alam, kain, fiksasi Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free 85 STUDI PENGARUH JENIS DAN KONSENTRASI ZAT FIKSASI TERHADAP KUALITAS WARNA KAIN BATIK DENGAN PEWARNA ALAM LIMBAH KULIT BUAH RAMBUTAN Nephelium lappaceum Study on Effect of Fixation Substance Types and Concentrations on The Quality of Batik Color with Natural Dyeing from Rambutan Skin Waste Nephelium Lappaceum Rizka Amalia1 dan Iqbal Akhtamimi2 1Dosen Program Studi Teknik Batik Politeknik Pusmanu Pekalongan 2Program Studi D3 Teknik Batik Politeknik Pusmanu Pekalongan Jalan Jenderal Sudirman no. 29 Kota Pekalongan, Indonesia Tanggal Masuk Naskah 8 Agustus 2016 Tanggal Revisi Naskah 15 Desember 2016 Tanggal Disetujui 16 Desember 2016 ABSTRAK Pewarnaan kain batik dapat dilakukan dengan menggunakan zat warna alami ZWA dan zat warna sintetis. Keunggulan zat warna alam antara lain lebih murah, ramah lingkungan, dan menghasilkan warna yang khas. Salah satu zat warna alam yang berasal dari limbah yang dapat dimanfaatkan adalah limbah kulit buah rambutan. Kelemahan dari penggunaan pewarna alam yaitu ketahanan luntur warna dan intensitas ketuaan warna yang relatif kurang zat fiksasi adalah salah alternatif untuk memecahkan masalah tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana pengaruh penggunaan konsentrasi dan jenis zat fiksasi kapur, tawas dan tunjung pada proses fiksasi terhadap daya tahan luntur dan penodaan warna kain batik katun yang dicelup dengan zwa ekstrak kulit buah rambutan. Bahan yang digunakan adalah kain batik katun yang dicelup dengan ekstrak zwa kulit buah rambutan, kemudian dilanjutkan pengerjaan fiksasi pada larutan kapur dengan variasi konsentrasi 5, 25 dan 45 g/l pada setiap zat fiksasi sebagai variabel bebas dan variabel terikat yaitu ketahanan luntur dan penodaan warna terhadap pencucian. Hasil uji ketahanan luntur dan penodaan warna menunjukkan bahwa penggunaan zat fiksasi tawas didapatkan nilai ketahanan luntur yang lebih baik dibandingkan dengan zat fiksasi kapur dan tunjung sedangkan pada konsentrasi zat fiksasi yang berbeda menunjukkan bahwa pada penggunaan konsentrasi bahan fiksasi yang lebih tinggi 25 dan 45%, nilai greyscale dan staining scale akan semakin baik. Kata kunci rambutan, pewarna alam, kain, fiksasi ABSTRACT Dyeing of batik cotton fabric could be made using natural and synthetic dyes. The advantages of natural dyes are cheap, environmentally friendly, and soft colour produced. One of natural dyes that derived from waste is rambutan’s rind. The lack of using natural dyes are poor of colour fastness. Fixation used as an alternative process to solve that problem. The aim of this study is to determine the effect of the concentration and fixation materials towards colour fastness and colour staining. Batik cotton fabric was dyed by rambutan’s rind extract and followed by fixation process with a variety of fixation materials lime, alum, and lotus and concentration of its solution 5, 25 dan 45 g/l as an independent variable. The independent variables are colour fastness and colour staining to washing. The results show that the using of alum solution as fixation materials provides better colourfastness value than lime and lotus. The higher concentration of fixation solution 25 and 45%, the better colour fastness and colour staining value. Keywords rambutan, natural dyes, cotton, fixation 86 D i n a m i k a K e r a j i n a n d a n B a t i k , Vol. 33, No. 2, Desember 2016, 85-92 PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang kaya akan warisan budaya dan sejarah. Salah satu bentuk kekayaan tak benda adalah batik. Batik merupakan kekayaan Indonesia yang sudah ada sejak ratusan tahun yang lalu. Dalam proses pewarnaannya dikenal 2 dua macam zat warna antara lain zat warna sintetis dan zat warna alami. Zat warna alam yaitu zat warna yang berasal dari bahan-bahan alam dan pada umumnya berasal dari hewan ataupun tumbuhan akar, batang, daun, kulit, bunga, dll. Sedangkan zat warna sintestis adalah zat warna yang dihasilkan melalui reaksi kimia dengan bahan dasar ter arang batu bara atau minyak bumi yang merupakan hasil senyawa turunan hidrokarbon aromatik seperti benzena, naftalena, dan antrasena Isminingsih, 1978. Pada awal mula kemunculan batik, para pengrajin batik mewarnai batik dengan bahan pewarna alami dari berbagai macam kulit tumbuhan, buah, atau daun Suarsa, Suarya, & Kurniawati, 2011. Keunggulan dari proses pewarnaan alami adalah sifatnya yang ramah lingkungan Yernisa, Gumbira-Sa’id, & Syamsu, 2013. Pada masa ini, proses pewarnaan batik yang banyak digunakan adalah pewarnaan menggunakan pewarna sintetis. Kekurangan proses pewarnaan dengan pewarna sintetis adalah harga zat warna sintetis yang cenderung lebih mahal serta limbah yang dihasilkan tidak ramah lingkungan, karena mengandung logam-logam berat dan azodyes tertentu. Pemanfaatan zat pewarna alami batik menjadi salah satu alternatif pengganti zat warna sintetis. Indonesia yang kaya akan keanekaragaman tanaman, sangat potensial untuk pengembangan zat warna alami. Salah satu tanaman yang dapat digunakan sebagai bahan baku pewarna alami dan banyak ditemukan di Indonesia adalah kulit buah rambutan Nephelium lappaceum. Kulit buah rambutan memiliki kandungan flavonoida yang merupakan pigmen alam. Pemanfaatan kulit buah rambutan pada penelitian ini diharapkan mampu mengolah limbah kulit rambutan menjadi zat warna alami batik yang ramah lingkungan, mendapatkan variasi warna baru dan memiliki ketahanan luntur warna kain yang baik terhadap pencucian. Ketahanan luntur warna merupakan unsur yang sangat menentukan mutu suatu pakaian batik atau bahan berwarna. Pada proses batik dibutuhkan suhu air yang panas untuk proses pelunturan/pelorodan lilin batik. Banyak zat warna alam yang dapat mewarnai batik, tetapi dalam proses pelorodan lilin batik, warna tersebut berkurang banyak bahkan luntur. Untuk memperoleh zat warna dengan ketahanan luntur yang baik maka perlu dilakukan proses fiksasi. Fiksasi merupakan proses pencelupan yang bertujuan untuk mengunci zat warna yang masuk ke dalam serat agar warna yang dihasilkan tidak mudah pudar atau luntur. Fiksasi dilakukan dengan menambahkan bahan yang mengandung kompleks logam. Bahan fiksasi yang biasa digunakan antara lain kapur, tawas, dan tunjung. Pewarnaan menggunakan kulit buah rambutan dengan fiksasi kapur, tawas, dan tunjung ini perlu diteliti lebih lanjut secara empiris. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan jenis dan konsentrasi zat fiksasi kapur, tawas, dan tunjung dengan konsentrasi larutan sebesar 5, 25, dan 45% terhadap ketahanan luntur warna kain batik hasil pewarnaan ekstrak kulit buah rambutan ditinjau dari perubahan warna dan penodaan warna. S t u d i P e n g a r u h J e n i s d a n K o n s e n t r a s i Z a t ...,A m a l i a 87 Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut 1 mendorong pemanfaatan zat warna yang berasal dari alam; 2 memberikan informasi penggunaan ekstrak kulit buah rambutan sebagai bahan alternatif pewarna alam; 3 upaya pemanfaatan limbah pasar, dan 4 sebagai upaya pengurangan pencemaran lingkungan oleh zat warna sintetis. METODOLOGI Penelitian eksperimen dilakukan dengan mencelupkan kain katun ke dalam ekstrak kulit buah rambutan dilanjutkan dengan fiksasi menggunakan larutan kapur, tawas, dan tunjung. Obyek Penelitian Obyek penelitian meliputi 1 Ekstrak kulit buah rambutan; 2 Kain katun; 3 Zat Fiksasi yang meliputi kapur, tawas, dan tunjung. Variabel Penelitian 1. Variabel bebas Variabel bebas dalam penelitian ini adalah jenis zat fiksasi kapur, tawas, dan tunjung, dan konsentrasi larutan fiksasi 5, 25, dan 45% dari larutan induk 50 g/l. 2. Variabel Terikat Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kualitas warna ketahanan luntur dan penodaan warna dari kain hasil celupan ekstrak kulit buah rambutan. 3. Variabel Kontrol Variabel kontrol dalam penelitian ini adalah rasio ekstrak kulit buah rambutanair sebesar 16 kg/l, frekuensi pencelupan yaitu tiga kali pencelupan, dan durasi pencelupan selama 10 menit sebanyak 3 kali. Langkah Eksperimen Gambar 1. Langkah eksperimen Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang dilakukan adalah uji laboratorium ketahanan luntur warna kain batik hasil pewarnaan ekstrak kulit buah rambutan terhadap pencucian ditinjau dari perubahan warna dan penodaan warna.  Kain  Pencucian kain dengan deterjen  Canting Cap  Canting Tulis  1 kg kulit buah rambutan  6 liter air Atau sama dengan 1 6  Ditambah gula dan dipanaskan, hingga menyusut menjadi 2/3 bagian  Pendinginan Ekstrak kulit buah rambutan yang sudah dingin Ekstrak kulit buah rambutan yang sudah dingin Uji Greyscale dan Uji Staining scale 88 D i n a m i k a K e r a j i n a n d a n B a t i k , Vol. 33, No. 2, Desember 2016, 85-92 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Jenis Zat fiksasi terhadap Kualitas Warna Dari Tabel 1. dapat dilihat bahwa perbedaan zat fiksasi yang digunakan menghasilkan arah warna yang berbeda, kapur menghasilkan warna coklat muda pudar, tawas menghasilkan warna coklat muda yang lebih terang dan tajam, dan tunjung menghasilkan warna coklat hitam. Hal ini sesuai dengan penelitian Mukhis 2011 mengenai pewarnaan dengan ekstrak kulit batang jamblang bahwa pada penambahan tawas, serat terwarnai dengan baik dan tidak mempengaruhi warna yang dihasilkan, sedangkan dengan penambahan FeSO4 tunjung dan kalium bikromat yang dapat mengubah warna hasil celup. Tawas Al2SO4 merupakan senyawa kimia yang tidak berwarna sehingga hanya akan menguatkan warna Rosyida & W, 2014. Hasil pengujian pada Tabel 1. ketahanan luntur warna terhadap pencucian pada kain batik dengan perlakuan fiksasi menggunakan kapur menunjukkan nilai 4 baik untuk konsentrasi zat fiksasi 5 dan 25%, nilai 5 sangat baik untuk konsentrasi zat fiksasi 45%. Sedangkan ketahanan luntur warna dengan menggunakan fiksasi larutan tawas memberikan hasil 4 baik untuk konsentrasi zat fiksasi 5%, nilai 5 sangat baik untuk konsentrasi zat fiksasi 25 dan 45%.Selanjutnya dengan zat fiksasi tunjung nilai ketahanan luntur yang diperoleh sebesar 3 sampai 4 cukup baik untuk konsentrasi zat fiksasi 5, 25, 45%. Dari hasil pengujian terlihat bahwa ketahanan luntur warna terhadap pencucian pada ketiga jenis zat fiksasi menunjukkan nilai rata-rata 4 baik.Ini membuktikan bahwa kandungan yang terdapat pada kulit buah rambutan dapat digunakan sebagai zat warna alami. Menurut Ratyaningrum & Giari 2005, zat warna mordan alam merupakan zat warna alam yang dalam proses pewarnaannya harus melalui penggabungan dengan kompleks logam, sehingga zat warna ini akan lebih tahan daya lunturnya. Tawas, tunjung dan kapur tohor merupakan kelompok kompleks logam yang berguna untuk pewarna mordan alam. Dalam penelitian ini penggunaan zat fiksasi tawas memberikan nilai ketahanan luntur yang lebih baik dibandingkan dengan zat fiksasi kapur dan tunjung. Hal ini sesuai dengan penelitian Rosyida 2014 yang menguraikan tentang cara memperbaiki ketahanan luntur pada pewarnaan kain menggunakan zat warna daun jati muda yaitu bahwa penggunaan ferro sulfat tunjung untuk fiksasi memberikan nilai ketahanan luntur 3 cukup yang lebih rendah dari fiksasi menggunakan tawas dengan nilai tahan luntur 3-4 cukup baik. Kulit buah rambutan merah mengandung pigmen antosianin yang merupakan sub-tipe senyawa organik dari keluarga lebih stabil dalam suasana asam dibandingkan dalam suasana alkalis ataupun netral Hambali, Mayasari, & F Normansyah, 2014. Oleh karena itu, ketahanan luntur pada penambahan zat fiksasi tawas yang bersifat asam lebih baik jika dibandingkan dengan zat fiksasi kapur basa. Selain itu, ketahanan luntur yang lebih kuat pada kain dengan bahan fiksasi tunjung dan tawas terhadap pencucian berkaitan dengan terjadinya ikatan zat warna yang mampu masuk ke dalam serat kain secara maksimum dan berikatan kuat dengan serat kain Sulasminingsih, 2006. Sebaliknya untuk bahan fiksasi kapur, menurut Atikasari 2005 zat warna tidak mampu masuk ke dalam serat secara maksimum dikarenakan putusnya ikatan antara serat kain dengan auksokrom sehingga daya serap S t u d i P e n g a r u h J e n i s d a n K o n s e n t r a s i Z a t ...,A m a l i a 89 kain hilang dan menyebabkan sisa zat warna hanya melekat pada permukaan serat saja. Hasil pengujian pada Tabel 1 menunjukkan bahwa penodaan warna terhadap pencucian pada kain batik dengan perlakuan fiksasi menggunakan kapur menunjukkan nilai 3 cukup untuk konsentrasi zat fiksasi 5 dan 25%, nilai 3-4 cukup baik untuk konsentrasi zat fiksasi 45%. Sedangkan penodaan warna dengan menggunakan fiksasi larutan tawas memberikan hasil nilai 3 cukup konsentrasi zat fiksasi untuk 5%, nilai 3-4 cukup baik untuk konsentrasi zat fiksasi 25 dan 45%.Selanjutnya dengan zat fiksasi tunjung nilai penodaan yang diperoleh sebesar 3-4 cukup baik untuk konsentrasi zat fiksasi 5 dan 25%, nilai 4 baik untuk konsentrasi zat fiksasi 45%.Penodaan warna terhadap pencucian pada jenis zat fiksasi yang berbeda tidak menunjukkan perbedaan yang berarti yaitu nilai rata-rata 3-4 yang artinya cukup ini sesuai dengan penelitian Herlina 2007 yang menyatakan bahwa hasil penguncian warna fiksasi penodaan warna minimal cukup dengan nilai Staining scale sebesar ini diduga karena molekul zat warna masih terikat kuat di dalam serat kain. Pengaruh Konsentrasi Zat Fiksasi Terhadap Kualitas Warna Tujuan dilakukannya fiksasi yaitu untuk mengunci zat warna alam golongan mordan serta berfungsi memberikan efek warna arah warna yang berbeda-beda sesuai dengan zat fiksasi yang digunakan Sardjono, 2010. Hasil pengujian pada Tabel 1 menunjukkan bahwa ketahanan luntur warna terhadap pencucian pada kain batik dengan perlakuan fiksasi menggunakan konsentrasi zat fiksasi 5% diperoleh nilai 4 baik untuk kapur dan tawas, nilai 3-4 cukup baik untuk konsentrasi zat fiksasi tunjung. Sedangkan ketahanan luntur warna terhadap pencucian pada konsentrasi zat fiksasi 25% menunjukkan nilai 4 baik untuk kapur, nilai 5 sangat baik untuk tawas dan nilai 3-4 cukup baik untuk tunjung. Selanjutnya dengan konsentrasi zat fiksasi 45% nilai ketahanan luntur yang diperoleh sebesar 4-5 baik untuk kapur, nilai 5 sangat baik untuk tawas, dan nilai 3-4 cukup baik untuk tunjung. Dari hasil pengujian terlihat bahwa ketahanan luntur warna terhadap pencucian dengan perbedaan konsentrasi zat fiksasi menunjukkan nilai rata-rata 4 baik. Hasil uji ini menunjukan bahwa pada penggunaan konsentrasi bahan fiksasi 45%, nilai greyscale akan semakin baik. Hal ini sesuai dengan penelitian Suheryanto 2010 mengenai pewarnaan dengan ekstrak daun mangga bahwa kain batik katun yang difiksasi dengan larutan kapur 60 g/l menghasilkan ketuaan warna lebih optimal atau tua, bila dibandingkan dengan kain batik katun yang difiksasi dengan larutan kapur 40 dan 50 g/l. Tabel 1. Hasil ketahanan luntur warna kain batik dengan zat fiksasi kapur, tawas, dan tunjung pada berbagai konsentrasi Keterangan Nilai 1 = buruk, 1-2 = buruk, 2 = kurang, 2-3 = kurang baik, 3 = cukup, = cukup baik, 4 = baik, 4-5 = baik, 5 = sangat baik Hasil pengujian yang dituangkan pada Tabel 1 memperlihatkan bahwa penodaan warna terhadap pencucian pada kain batik 90 D i n a m i k a K e r a j i n a n d a n B a t i k , Vol. 33, No. 2, Desember 2016, 85-92 Gambar 2. Kain hasil pelorodan dengan fiksasi larutan kapur Gambar 3. Kain hasil pelorodan dengan fiksasi larutan tawas Gambar 4. Kain hasil pelorodan dengan fiksasi larutan tunjung dengan perlakuan fiksasi menggunakan konsentrasi zat fiksasi 5% diperoleh nilai 3 cukup untuk kapur dan tawas, nilai 3-4 cukup baik untuk tunjung. Sedangkan hasil penodaan warna terhadap pencucian pada konsentrasi zat fiksasi 25% menunjukkan nilai 3 cukup untuk kapur, nilai 3-4 cukup baik untuk tawas dan tunjung. Selanjutnya dengan konsentrasi zat fiksasi 45% nilai penodaan warna yang diperoleh sebesar 3-4 cukup baik untuk kapur dan tawas, dan nilai 4 baik untuk tunjung. Hasil uji ini menunjukan bahwa pada penggunaan konsentrasi bahan fiksasi 45%, nilai staining scale semakin baik. Tabel 2. Hasil penodaan warna kain batik dengan zat fiksasi kapur, tawas, dan tunjung pada berbagai konsentrasi Keterangan Nilai 1 = buruk, 1-2 = buruk, 2 = kurang, 2-3 = kurang baik, 3 = cukup, 3-4 = cukup baik, 4 = baik, 4-5 = baik, 5 = sangat baik. S t u d i P e n g a r u h J e n i s d a n K o n s e n t r a s i Z a t ...,A m a l i a 91 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Hasil uji ketahanan luntur dan penodaan warna menunjukkan bahwa penggunaan zat fiksasi tawas memberikan nilai ketahanan luntur yang lebih baik dibandingkan dengan zat fiksasi kapur dan tunjung sedangkan pada konsentrasi zat fiksasi yang berbeda menunjukkan bahwa pada penggunaan konsentrasi bahan fiksasi yang lebih tinggi 25% dan 45%, nilai greyscale dan stainingscale akan semakin baik. Saran Perlu penelitian lebih lanjut mengenai ketahanan luntur warna terhadap penggosokan dan keringat terhadap kain katun hasil pewarnaan menggunakan zat warna dari ekstrak kulit buah rambutan. DAFTAR PUSTAKA Atikasari, A. 2005. Kualitas Tahan Luntur Warna Batik Cap di Griya Batik Larissa Pekalongan. Skripsi. Program Studi PKK Konsentrasi Tata Busana S-1 Jurusan Teknologi Jasa dan Produksi Fakultas Teknik UNNES, Semarang. Hambali, M., Mayasari, F., & F Normansyah. 2014. Ekstraksi Antosianin dari Ubi Jalar dengan Variasi Konsentrasi Solven, dan Lama Waktu Ekstraksi. Jurnal Teknik Kimia, 20 2, 25–35. Herlina, S. 2007. Fiksasi Bahan Alami Buah Markisa dan Jeruk Nipis dalam Proses Pewarnaan Batik dengan Zat Warna Indigosol. Yogyakarta Seni dan Budaya Yogyakarta. Isminingsih. 1978. Pengantar Kimia Zat Warna. Bandung Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil Bandung. Mukhis. 2011. Ekstraksi Zat Warna Alami dari Kulit Batang Jamblang Syzygium cumini sebagai Bahan Dasar Pewarna Tekstil. Jurnal Biologi Edukasi, 3 11, 7. Ratyaningrum, F., & Giari, N. 2005. Kriya Tekstil. Surabaya Unesa University Press. Rosyida, A., & W, A. 2014. Pemanfaatan Daun Jati Muda untuk Pewarnaan Kain Kapas pada Suhu Kamar. Jurnal Arena Tekstil, 29 2, 115–124. Sardjono. 2010. Teknologi Pewarnaan Batik Zat Warna Alam. Yogyakarta Balai Besar Kerajinan dan Batik. Suarsa, I. W., Suarya, P., & Kurniawati, I. 2011. Optimasi Jenis Pelarut dalam Ekstraksi Zat Warna Alam dari Batang Pisang Kepok Musa paradiasiaca L. Cv Kepok dan Batang Pisang Susu Musa Paradiasiaca L.. Jurnal Kimia, 5 1, 72–80. Suheryanto, D. 2010. Optimalisasi Celupan Ekstrak Daun Mangga pada Kain Batik Katun dengan Iring Kapur. Makalah disajikan dalam Seminar Rekayasa Kimia dan Proses Fakultas Teknik Universitas Diponegoro. Sulasminingsih. 2006. Studi Komparasi Kualitas Kain Kapas Pada Pencelupan Ekstrak Kulit Kayu Pohon Mahoni Dengan Mordan Tawas Dan Garam Diazo. Skripsi. Fakultas Teknik UNNES. Yernisa, Gumbira-Sa’id, E., & Syamsu, K. 2013. Aplikasi Pewarna Bubuk Alami dari Ekstrak Biji Pinang Areca catechu L. pada Pewarnaan Sabun Transparan. Jurnal Teknologi Industri Pertanian, 23 3, 190–198. 92 D i n a m i k a K e r a j i n a n d a n B a t i k , Vol. 33, No. 2, Desember 2016, 85-92 ... ZWS merupakan zat warna yang berasal dari reaksi zat-zat kimia sedangkan ZWA berasal dari bahan alam pada umumnya berasal dari tumbuhan akar, batang, daun, kulit, bunga, dll. Keunggulan dari proses pewarnaan menggunakan ZWA dibanding dengan ZWS adalah sifatnya yang ramah lingkungan dan menghasilkan warna yg khas [10], [11]. Kelemahan dari penggunaan pewarna alami yaitu ketahanan luntur warna dan intensitas ketuaan warna yang relatif kurang baik, sehingga memerlukan bahan tambahan untuk mengikat warna supaya meningkatkan ketahanan terhadap luntur [11], [12]. ...... Keunggulan dari proses pewarnaan menggunakan ZWA dibanding dengan ZWS adalah sifatnya yang ramah lingkungan dan menghasilkan warna yg khas [10], [11]. Kelemahan dari penggunaan pewarna alami yaitu ketahanan luntur warna dan intensitas ketuaan warna yang relatif kurang baik, sehingga memerlukan bahan tambahan untuk mengikat warna supaya meningkatkan ketahanan terhadap luntur [11], [12]. Cara untuk meningkatkan ketahanan luntur warna adalah dengan menggunakan proses fiksasi. ...... Cara untuk meningkatkan ketahanan luntur warna adalah dengan menggunakan proses fiksasi. Fiksasi merupakan proses pencelupan yang bertujuan untuk memperkuat warna dan merubah zat warna alami sesuai dengan jenis logam yang mengikatnya serta mengunci zat warna yang telah masuk ke dalam serat agar warna yang dihasilkan tidak mudah pudar atau luntur [5], [11]. ZWA juga masih menimbulkan permasalahan lingkungan karena dalam proses fiksasi masih menggunakan zat kimia yang mengandung garam logam berat. ...Batik merupakan salah satu kekayaan budaya Indonesia yang sudah ada sejak dulu. Dalam proses pewarnaan batik dikenal zat warna sintetis ZWS dan zat warna alamI ZWA. Keunggulan dari proses pewarnaan menggunakan ZWA dibanding dengan ZWS adalah sifatnya yang ramah lingkungan. Namun, pada proses pewarnaan batik menggunakan pewarna ZWA masih menimbulkan permasalahan lingkungan karena penggunaan zat kimia yang mengandung garam logam berat dalam proses fiksasi. Untuk mengatasi permasalahan lingkungan tersebut maka pada penelitian ini dilakukan proses fiksasi menggunakan iradiasi berkas elektron. Hasil penelitian menunjukkan proses fiksasi menggunakan iradiasi berkas elektron dapat digunakan sebagai alternatif dalam rangkaian proses pewarnaan batik. Hasil uji berstandar SNI dari ketahanan luntur warna terhadap sinar, pencucian dan gosokan menunjukkan nilai yang baik untuk greyscale dan staining scale 4 dan 4-5 pada kain batik katun dengan campuran pewarna tingi dan Polietilen Glikol PEG dengan waktu iradiasi 60 detik.... Kulit buah ini memiliki kandungan flavonoida yang merupakan pigmen yang dapat dimanfaatkan sebagai pewarna alami tekstil Prasetio, 2014. Hasil uji ketahanan luntur warna dari limbah kulit rambutan menunjukkan bahwa penggunaan zat fiksasi tawas memberikan nilai ketahanan luntur yang lebih baik dibandingkan dengan zat fiksasi kapur dan tunjung sedangkan pada konsentrasi zat fiksasi yang berbeda menunjukkan bahwa pada penggunaan konsentrasi bahan fiksasi yang lebih tinggi 25% dan 45%, nilai greyscale dan stainingscale akan semakin baik Amalia & Akhtamimi, 2016. ...... Akhtamimi, 2016. Bahan pewarna alami dapat diperoleh dari pengolahan bahanbahan alam di daerah sekitar pengrajin batik, tidak bergantung impor seperti bahan pewarna sintetis. ...... Pada proses produksi batik terdapat proses pelunturan/pelodoran lilin yang membutuhkan suhu air tinggi. Suhu yang tinggi ini menyebabkan zat warna berkurang banyak bahkan luntur Amalia & Iqbal,[4]. ...Adela Dianingrum HanafiSiti Fatimah Agus HaerudinBatik merupakam warisan budaya dunia yang harus dilestarikan. Hal ini telah ditetapkan oleh UNESCO. Papaya Carica papaya L. adalah tanaman yang dapat dimanfaatkan dari buah hingga daunnya. Daun papaya memiliki pigmen hijau atau yang dapat digunakan sebagai zat warna alami pada kain batik. Zat warna alami memiliki kelemahan yaitu warna tidak pekat dan ketahanan luntur warna, namun hal itu dapat diatasi dengan fiksasi atau mordanting. Pada penelitian ini menggunakan metode eksperimen variasi proses mordanting pra-mordanting, meta-mordanting, post-mordanting, dan tanpa mordanting dengan menggunakan mordan tunjung sebanyak 75 gram pada pewarnaan kain batik dengan menggunakan zat warna alami daun papaya dimana proses mordanting ternyata sangat berpengaruh terhadap warna yang dihasilkan. Hasil penelitian yang paling baik diperoleh pada metode post-mordanting dengan hasil L* 59,02, a* 14,23, dan b* 30,76 terhadap uji L*,a*,b* dengan menggunakan website encycolorpedia diperoleh hasil warna oranye dengan kode warna B68459 dan uji tahan luntur warna terhadap gosok kering dan gosok basah diperoleh hasil 4-5 Baik.... The compounds in question are tunjung FeSo4, alum Al2SO43 and lime CaOH2. Tunjung, or in scientific language Fero sulfate FeSO4 is a compound of iron II sulfate in the form of a crystalline powder and blue-green in color, the addition of tunjung in the fixation process will affect the color of the dyed results Amalia & Akhtamimi, 2016. Al2SO43 alum is a colorless and crystalline aluminum sulfate compound, alum has alkaline-base properties so that the fixation process with alum can strengthen the color of the yarn and compare it to other fixators. ... Danang Habib PratamaLaily Rochmawati LSigit SujatmikaThis study aimed to identify the science concepts in the dyeing process of Ulos woven fabrics that will be used as a science learning resource for junior high schools. An ethnoscience study by exploring the original science contained in a community group based on scientific science. This study used a qualitative method with an ethnographic approach through the process of data reduction, data presentation, conclusion drawing, and verification. The location of research was carried out at the Ulos Batak By Gallery at Manjunjung Hutabarat, Jl. Major General. Y Samosir No, 76, Partalijulu Village, Tarutung District, North Tapanuli Regency, North Sumatra, Indonesia. The instruments used were observation sheets, interview guidelines, and questionnaires. Collecting data through participatory observation, in-depth interviews, documentation, and questionnaires. To test the validity of the data using triangulation techniques source, technique, and time. Based on the results of the study, it is known that the natural dyeing process in the manufacture of Ulos fabric includes the preparation of materials plants, the plant processing stage, the dissolving stage of natural dyes, the dyeing stage, the drying stage, the fixation stage, the washing stage, and the final drying stage. The science concepts in the curriculum 2013 are in accordance with the process of coloring Ulos cloth, and namely plant classification, solid pressure, heat transfer, physical changes, energy in living systems, separation of mixtures, boiling points, temperatures and their changes, chemical changes, elements, compounds, mixtures. It can be concluded that the manufacture of Ulos woven fabric in this study is a learning resource that can integrate learning materials in various fields of science fabrics physics, biology.... Atika, et al.,2016 Ekstrak gambir pada batik Sutra Dapat dilanjutkan melalui berbagai metode pemisahan dan pelarut organik Hadaf,et al.,2016 Motif dan Pewarnaan Batik Tulis Penelitian dapat dikembangkan dengan memvariasikan sumber sumber alam lain. Amalia, et al.,2016 Pewarna alam limbah kulit rambutan Nephelium Lappaceum ... Rumanintya Lisaria PutriRina Armeniza AzizDalam kondisi masa Pandemi COVID 19 saat ini , sebenarnya banyak peluang yang bisa ditangkap, untuk memunculkan suatu ide yang bisa dikembangkan menjadi bisnis bermunculan nya kedai kedai kopi ala anak muda, pasti banyak ampas kopi yang pemikiran dan pengamatan mengenai ampas kopi ,muncul suatu ide untuk memanfaatkan ampas kopi tersebut , menjadi sebuah pewarnaan untuk kain Design adalah Eksperimen yang dilakukan, melalui tahapan pencampuran ampas kopi dengan bahan pengental , sehingga menjadikan ampas kopi berbentuk pasta.... Kulit buah rambutan merah mengandung pigmen antosianin yang merupakan sub-tipe senyawa organik dari keluarga flavonoid. Antosianin lebih stabil dalam suasana asam dibandingkan dalam suasana alkalis ataupun ketahanan luntur pada penambahan zat fiksasi tawas yang bersifat asam lebih baik jika dibandingkan dengan zat fiksasi kapur basa Amalia dan Akhtamimi, 2016. ...RA. Ataswarin OetopoCaecilia Tridjata SuprabanindyaRirin DesprilianiFariz Al HazmiKulit Rambutan merupakan salah satu limbah organik yang belum dimanfaatkan secara optimal. Dalam permasalahan lingkungan, sampah organik juga menjadi permasalahan saat ini. Meskipun sampah organik merupakan limbah yang dapat terurai, akan tetapi limbah organik juga perlu dikelola agar penumpukannya dapat terkendali dan tidak mencemari lingkungan. Tujuan Penlitian yaitu untuk menganalisis hasil formula zat warna alami yang dihasilkan dari limbah kulit rambutan terhadap penerapannya pada kain dengan teknik Shibori Tie dye dan Batik. Metode penelitian ini menggunakan metode kualitatif, yaitu dengan mengeksplorasi warna yang dihasilkan oleh larutan limbah organik kulit rambutan pada karya tekstil, dengan melakukan uji coba tehadap bahan kain katun dan berbagai larutan fiksasi yang digunakan, seperti larutan tawas KAISO4212H2O, kapur CaOH2 dan Tunjung FeSO4. Uji coba juga dilakukan terhadap teknik dalam membuat motif, seperti shibori tie dye dan batik. Hasil menunjukan bahwa limbah kulit rambutan menghasilkan larutan yang dapat digunanan sebagai pewarna alami dan dapat diaplikasikan kedalam beragam teknik shibori tie dye dan batik dengan fiksasi tawas yang memiliki nilai kualitas lebih baik dibanding menggunakan fiksasi tunjung dan kapur, sehingga dapat menjadi sebuah media dalam berkreasi seni khususnya pada bidang tekstil.... Instead of sustainable concerned, this is an appropriate approach to remain, reviltalize and disseminate traditional knowledge of natural dyeing on textiles. Figure 2 shows the general ideas of batik making procedures with natural dyeing implementations as it emerging traditional batik process [29,40] and sustainable batik process model [60,68,69]. Batik and dyeing process start with the fabric treatment a. ... Nurul Syahida Mat HussinAhmad Rasdan IsmailSarah Wahida HasbullahNawwal Abdul KadirSustainable generally refers to maintain, preserve and balance the ecological by avoiding depletion of natural resources. Sustainable puts the construct plan involved in economic growth, social progress and environmental protection which also imply in heritage preservation. However, the imbalance pillar towards the demand of the batik deteriorate the ecology despites of increase in demanding this prominent artefact. The methodology of this study used content reviewing by referring the previous study, texts and discussions. This paper aim is to bring up the issues on the use of synthetic dyes in batik dyeing that can harm the people and environment, but it initiatively can be overcome by using sustainable strategies – cradle-to-cradle. Therefore, the introduction to the use of natural dyes for batik dyeing initiatives may lead to the awareness and knowledge about eco-friendly dyeing and exposure to local wisdom dyeing SusantiNyimas MuazzomiIndryani IndryaniAulia SanovaBatik merupakan salah satu warisan budaya leluhur Indonesia yang harus dipertahankan karena memiliki karakter unsur budaya berbasis local wisdom yang sarat akan nilai-nilai sosial dan spiritual suatu daerah. Pada dahulu kala teknik pengerjaan batik masih bersifat sangat tradisional dengan menggunakan motif lukis dan pewarna alam. Salah satu cara menjaga kelestarian keeksistensian batik agar tidak punah tergerus oleh zaman modernisasi adalah dengan melalui media pendidikan dengan cara memperkenalkan dan memasyarakatkan batik kepada generasi emas sejak dini, sehingga perlu dihidupkan kembali kegiatan membelajarkan budaya membatik. Hal ini bisa diawali dengan dengan memberikan sebentuk pelatihan dan pendampingan bagi guru-guru PAUD yang ada di Kota Jambi. Capaian soft skill dari hasil kegaitan ini adalah terciptanya suatu kreativitas peserta dalam melukis dan memadukan warna batik, memunculkan kecakapan hidup life skill dalam seni perbatikan, sikap kesadaran peduli dan cinta lingkungan, menambah pengalaman yang berwawasan lingkungan social experience dan tentunya tercipta nya sebuah karya hasil karya para peserta berupa produk batik yang ramah lingkungan karena menggunakan pewarna alam. Sementara untuk capaian jangka panjang berupa publikasi jurnal dan bahan ajar cetak modul tentang Eco-Batik. Karya produk yang dihasilkan berupa batik tulis dengan motif flora dan fauna sesuai tema karakteristik anak TK/PAUD yang ramah lingkungan Eco-Batik. Pada proses pewarnaannya menggunakan pewarna alam yang berasal dari ekstrak kulit jengkol, buah naga, daun inay, daun suji dan kunyit. Begitu juga pada proses penguncian warna fiksasi, agar warna kain terlihat tua maka ditambahkan serbuk gambir, air kapur dan village woven fabric is one of Lombok’s superior woven fabrics. The process of producing this woven fabric is traditional by using yarn spun from cotton. The purpose of this study is to obtain the optimal strength of cotton yarn using natural dyes. Mordan stage and fixation using alum solution. The coloring stage uses teak leaves, ketapang leaves, and banten skin. All three ingredients are dissolved in water with concentrations 110, 18, and 15. In the mordan stage, 8 grams of alum is dissolved in 1 liter of water. While at the fixation stage, 50 grams of alum is dissolved in 1 liter of water. Teak leaves produce a dark brown color, ketapang leaves produce turmeric yellow color, and banten skin produces a brick red color. After going through the coloring process, the yarn is tested using Tensilon RTG. The result show that the yarn strength increase during the coloring process. In addition, differences in the concentration of the solution also affect the strength of the yarn produced. Solution with a concentration ratio of 1 8 produces optimal tensile strength of cN/dtex on teak leaves, cN/dtex on ketapang leaves, and cN/dtex on banten of natural dye powder from seeds of Areca catechu L. in transparent soap was studied. The objective of this study was to determine the effect of areca seeds extracted powder and the type of vegetable oil to the characteristics of transparent soap. Areca seed extracted powder being used in this study were areca extracted seed powder without a binder and areca seed extracted powder with a binder arabic gum 2% w/w. Two types of vegetable oil for making transparent soap were used in this study namely coconut oil and mixed of coconut oil and palm oil 155 w/w. As a control, there were transparent soaps made without addition of areca seeds powder. Transparent soap from all combinations of treatment had colour range yellow red. Mixed of coconut oil and palm oil 155 w/w gave higher foam stability and lower hardness than coconut oil but did not give significant effect on moisture content and pH value. Type of areca seeds extracted powder had no significant difference in moisture content, hardness and pH value but had significant effect on foam stability of transparent soap. The presence of arabic gum in areca seeds extracted powder enhanced foam stability of transparent soap from coconut oil and reduced color change in transparent soap after six months of Celupan Ekstrak Daun Mangga pada Kain Batik Katun dengan Iring Kapur. Makalah disajikan dalam Seminar Rekayasa Kimia dan Proses Fakultas Teknik Universitas DiponegoroD SuheryantoSuheryanto, D. 2010. Optimalisasi Celupan Ekstrak Daun Mangga pada Kain Batik Katun dengan Iring Kapur. Makalah disajikan dalam Seminar Rekayasa Kimia dan Proses Fakultas Teknik Universitas Jenis Pelarut dalam Ekstraksi Zat Warna Alam dari Batang Pisang Kepok Musa paradiasiaca L. Cv Kepok dan Batang Pisang SusuI W SuarsaP SuaryaI KurniawatiSuarsa, I. W., Suarya, P., & Kurniawati, I. 2011. Optimasi Jenis Pelarut dalam Ekstraksi Zat Warna Alam dari Batang Pisang Kepok Musa paradiasiaca L. Cv Kepok dan Batang Pisang Susu Musa Paradiasiaca L.. Jurnal Kimia, 5 1, Pewarnaan Batik Zat Warna Alam. Yogyakarta Balai Besar Kerajinan dan BatikSardjonoSardjono. 2010. Teknologi Pewarnaan Batik Zat Warna Alam. Yogyakarta Balai Besar Kerajinan dan Komparasi Kualitas Kain Kapas Pada Pencelupan Ekstrak Kulit Kayu Pohon Mahoni Dengan Mordan Tawas Dan Garam DiazoSulasminingsihSulasminingsih. 2006. Studi Komparasi Kualitas Kain Kapas Pada Pencelupan Ekstrak Kulit Kayu Pohon Mahoni Dengan Mordan Tawas Dan Garam Diazo. Skripsi. Fakultas Teknik Tahan Luntur Warna Batik Cap di Griya Batik Larissa PekalonganA AtikasariAtikasari, A. 2005. Kualitas Tahan Luntur Warna Batik Cap di Griya Batik Larissa Pekalongan. Skripsi. Program Studi PKK Konsentrasi Tata Busana S-1 Jurusan Teknologi Jasa dan Produksi Fakultas Teknik UNNES, Antosianin dari Ubi Jalar dengan Variasi Konsentrasi Solven, dan Lama Waktu EkstraksiM HambaliF MayasariNormansyahHambali, M., Mayasari, F., & F Normansyah. 2014. Ekstraksi Antosianin dari Ubi Jalar dengan Variasi Konsentrasi Solven, dan Lama Waktu Ekstraksi. Jurnal Teknik Kimia, 20 2, Bahan Alami Buah Markisa dan Jeruk Nipis dalam Proses Pewarnaan Batik dengan Zat Warna IndigosolS HerlinaHerlina, S. 2007. Fiksasi Bahan Alami Buah Markisa dan Jeruk Nipis dalam Proses Pewarnaan Batik dengan Zat Warna Indigosol. Yogyakarta Seni dan Budaya Kimia Zat WarnaIsminingsihIsminingsih. 1978. Pengantar Kimia Zat Warna. Bandung Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil Bandung.
Sebaliknya pewarna alami memiliki sifat mudah luntur dan mudah pudar karena tidak tahan terhadap sinar matahari. Teknik Menggambar Ragam Hias Pada Bahan Tekstil. Penerapan ragam hias pada bahan tekstil dilakukan dengan teknik yang berbeda-beda, misalnya sulam, batik, sablon, tenun ikat, bordir, dan songket.
Solusi agar pewarnaan dengan bahan alami tidak pudar atau bisa bertahan lama,maka langkah awal yang dilakukan adalah proses.... a. Mordantingb. Pencelupanc. Fiksasid. Pengeringan​ Jawaban A. MordantingPenjelasan mordanting berguna untuk mempertajam warna supaya tidak pudar salahhh...yang bnr fiksasi aku udah coba bnr kok Jawaban D. pengeringanPenjelasan
Tipsagar Rambut Berwarna Tak Luntur saat Berenang. SALAH satu kekhawatiran orang-orang yang rambutnya diwarnai adalah tidak bisa berenang di kolam renang karena kandungan klorin yang bisa membuat warna cat rambut menjadi pudar. Well, sebetulnya ada langkah-langkah pencegahan yang bisa dilakukan si pemilik rambut berwarna jika ingin
Pewarna kuku cair atau cat kuku merupakan bahan berbentuk cair yang biasanyadigunakan untuk mewarnai dan mempercantik penampilan kuku. Tujuan dari penelitian iniadalah untuk melakukan uji coba pemanfaatan pada bahan alam untuk dijadikan cat alam yang digunakan di bedakan dengan 3 bahan yaitu, kulit buah naga merah,rimpang kunyit dan umbi bit. Metode penelitian ini menggunakan metode demikian hasil yang diperoleh dari kelayakan pewarna kuku oleh ahli farmasi yaitubahan alam 1 dan bahan alam 3 belum layak digunakan karena tidak memberikan warna danketercampuran bahan yang maksimal. Pewarna alami yang digunakan dalam sediaan pewarnakuku tidak dapat bercampur dengan baik sehingga terlihat gumpalan di dasar wadah bahan alam 2 sudah cukup layak untuk digunakan karena kunyit yang ditambahkandapat bercampur dengan baik dengan sediaan formulasi pewarna kuku sehingga dapatmemberikan warna yang baik setelah diaplikasikan. Namun, masih terlihat gumpalan di dasarwadah sediaan. Sedangkan hasil kuesioner, nilai kesukaan yang tertinggi pada indikatorbentuk atau tekstur yaitu bahan alam 2 rimpang kunyit, indikator aroma pada bahan alam 1buah naga dan indikator warna pada bahan alam 2 rimpang kunyit. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free UJI COBA KELAYAKAN PEMANFAATAN BAHAN ALAM SEBAGAI PEWARNA PADA CAT KUKU Rizkya Restu Maulana, [Neneng Siti Silfi Ambarwati] Program Studi Tata Rias, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Jakarta Email rizkyarestu59 [neneng_ambarwati Abstrak Pewarna kuku cair atau cat kuku merupakan bahan berbentuk cair yang biasanya digunakan untuk mewarnai dan mempercantik penampilan kuku. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melakukan uji coba pemanfaatan pada bahan alam untuk dijadikan cat kuku. Bahan alam yang digunakan di bedakan dengan 3 bahan yaitu, kulit buah naga merah, rimpang kunyit dan umbi bit. Metode penelitian ini menggunakan metode eksperimen. Dengan demikian hasil yang diperoleh dari kelayakan pewarna kuku oleh ahli farmasi yaitu bahan alam 1 dan bahan alam 3 belum layak digunakan karena tidak memberikan warna dan ketercampuran bahan yang maksimal. Pewarna alami yang digunakan dalam sediaan pewarna kuku tidak dapat bercampur dengan baik sehingga terlihat gumpalan di dasar wadah sediaan. Pada bahan alam 2 sudah cukup layak untuk digunakan karena kunyit yang ditambahkan dapat bercampur dengan baik dengan sediaan formulasi pewarna kuku sehingga dapat memberikan warna yang baik setelah diaplikasikan. Namun, masih terlihat gumpalan di dasar wadah sediaan. Sedangkan hasil kuesioner, nilai kesukaan yang tertinggi pada indikator bentuk atau tekstur yaitu bahan alam 2 rimpang kunyit, indikator aroma pada bahan alam 1 buah naga dan indikator warna pada bahan alam 2 rimpang kunyit. Kata Kunci cat kuku, bahan alam, pewarna kuku 1. Pendahuluan Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kekayaan akan sumber flora dan faunanya. Sehingga dapat dijadikan berbagai macam olahan, diantaranya dapat digunakan sebagai sumber dari pewarna alami. Pewarna dengan bahan alam biasanya digunakan pada pewarna makanan.[14] Sehingga untuk mengembangkan manfaat dari bahan alam, peneliti menggunakannya sebagai campuran dari pewarna kuku. Merawat kuku agar tetap sehat dan cantik perlu melalui beberapa perawatan yaitu dengan manicure dan pedicure. Dengan perawatan tersebut kuku diberikan beberapa vitamin untuk memperkuat kuku, membersihkan kotoran kuku dan membersihkan kulit mati yang ada disekitar kuku. Selain itu agar kuku terlihat lebih cantik ada perawatan nail art dimana kuku tersebut diwarnai dan dilukis sesuai dengan keinginan pelanggan.[20] Cat kuku menjadi dasar dari proses dalam menghias kuku yang berguna untuk memberi warna pada kuku agar memberi kesan kuku terlihat lebih segar dan cantik. Warna sangat berperan dalam menentukan keindahan dan kecantikan dari kuku tersebut.[12] Berdasarkan uraian latar belakang diatas peneliti tertarik untuk melakukan uji coba pewarna kuku dengan menggunakan bahan alam dari buah buah naga merah, tanaman rimpang kunyit dan umbi bit. Maka penelitian ini berjudul “Uji Coba Kelayakan Pemanfaatan Bahan Alam Sebagai Pewarna Pada Cat Kuku” Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui bahan alam yang layak digunakan sebagai bahan campuran dari pewarna kuku yang akan dinilai oleh ahli farmasi dan tingkat kesukaan responden terhadap hasil dari pewarna kuku. 2. Kajian Pustaka Bahan Alam Bahan alam merupakan bahan yang dapat diperoleh dari alam sekitar baik yang memiliki karakteristik keras maupun lunak, yg kemudian dapat diolah untuk menjadi berbagai macam olahan. Salah satu fungsi yang sering kita temui yaitu digunakan sebagai pewarna buatan dimana bahan dapat kita temui pada tumbuhan, hewani, buah dan rempah yang memiliki warna pekat. Pewarna alami ini telah sejak dahulu digunakan untuk pewarna makanan dan sampai sekarang umumnya penggunaannya dianggap lebih aman daripada zat warna sintetis.[14] Buah Naga Merah Gambar 1 Buah naga merah Sumber Google, 2019 Buah naga merah atau Hylocereus polyrhizus merupakan buah naga yang memiliki warna kulit merah pekat, dengan daging yang berwarna merah tua. Kandungan serat pangan yang terdapat dalam kulit buah naga merah sekitar 46,7%. Bagian dari buah naga 30-35% merupakan kulit buah namun seringkali hanya dibuang sebagai sampah. Kulit buah naga mengandung zat alami antosianin cukup tinggi. Antosianin merupakan zat warna yang berperan memberikan warna merah berpotensi menjadi pewarna alami untuk pangan dan dapat dijadikan pengganti pewarna sintetis yang lebih aman bagi kesehatan. Antosianin merupakan senyawa berwarna yang menyebabkan adanya warna merah, biru, dan ungu pada tanaman, sayur, dan buah. Senyawa ini termasuk dalam golongan flavanoid. Di dalam larutan, antosianin berada dalam lima bentuk kesetimbangan yaitu kation flavium, basa karbinol, basa quinonoidal, dan quinonoidal anionik.[19] Rimpang Kunyit Gambar 2 Tanaman Kunyit Rumpun dan Bunga Sumber Asnia, dkk., 2019 Tinggi tanaman ini 1,0-1,5 meter, tumbuh tegap dan membentuk rumpun. Daunnya tunggal dan bertangkai, berbentuk lancet yang lebar, ujung dan pangkalnya meruning, bertulang menyirip, permukaannya licin, dan berwarna hijau pucat. Panjang daunnya sekitar 20-40 cm dan lebarnya sekitar 15-30 cm. Bunganya merupakan bunga majemuk yang berbentuk kerucut yang muncul dari batang semunya. Panjang bunga berkisar antara 10-15 cm, berwarna putih sampai kuning muda atau kemerahan. Setiap bunga memiliki tiga lembar kelopak dan tiga lembar tajuk.[4] Bagian utama tanaman kunyit adalah rimpangnya yang merupakan tempat tumbuhnya tunas. Kulit rimpang berwarna kecoklatan dan bagian dalamnya berwarna kuning tua, kuning jingga, atau kuning jingga kemerahan sampai kecoklatan. Rimpang utama berbentuk bulat panjang seperti telur yang merupakan induk rimpang bulb yang biasa disebut empu atau kunir lelaki. Rimpang induk membentuk cabang yang letaknya lateral dan berbentuk seperti jari fingers yang lurus atau melengkung. Induk rimpang rasanya agak pahit, getir, kaya akan pigmen dan resin. Sedangkan anak rimpang rasanya agak manis dan berbau aromatis. [4] Umbi Bit Gambar 3 Umbi Bit Sumber Dokumen Pribadi, 2020 Bit Beta vulgaris L. adalah tanaman yang banyak terdapat di Eropa, Asia serta di Amerika. Daun dari tanaman bit biasanya dimanfaatkan sebagai sayur sedangkan umbi bit juga dapat dimanfaatkan untuk produksi gula karena tingginya kandungan gula sukrosa pada umbi bit. Umbi bit merupakan salah satu bahan pangan yang berwarna merah keunguan. Pigmen yang memengaruhi warna merah keungunan pada bit adalah pigmen betalain yang merupakan kombinasi dari pigmen ungu betacyanin dan pigmen kuning betaxanthin. Kandungan pigmen pada bit diyakini sangat bermanfaat mencegah penyakit kanker, terutama kanker kolon. Sebuah penelitian yang pernah dilakukan membuktikan bahwa bit berpotensi sebagai penghambat mutasi sel pada penderita kanker.[5] Umbi bit adalah tanaman semusim yang berbentuk rumput. Batang bit sangat pendek, hampir tidak terlihat. Akar tunggangnya tumbuh menjadi umbi. Daunnya tumbuh terkumpul pada leher akar tunggal pangkal umbi dan berwarna kemerahan. Umbi berbentuk bulat atau menyerupai gasing. Akan tetapi, ada pula umbi bit berbentuk lonjong. Ujung umbi bit terdapat akar. Bunganya tersusun dalam rangkaian bunga yang bertangkai panjang banyak. [22] Pewarna Kuku Kuku Kuku merupakan bagian terkecil dan terdapat diujung jari, yang berasal dari matriks sebagai bagian dari epidermis, atau lapisan kulit luar sehingga bentuknya mengeras dan menebal melalui proses keratinisasi. Pertumbuhan terus berlanjut hingga kuku menjadi lebih tipis. Kuku berwarna bening dan merah muda, hal ini disebabkan kuku tumbuh diatas permukaan yang kaya akan sel darah merah dan serabut syaraf. Kuku memiliki bentuk yang keras, hal ini disebabkan karena pada kuku hanya terdapat sedikit kandungan airnya jika dibandingkan dengan bagian tubuh yang lain. Kuku tersusun dari beberapa unsur yang ada antara lain keratin, dan protein. [12] Perubahan kuku juga dapat terjadi secara umum biasanya pada orang tua, yaitu termasuk warna, kontur, pertumbuhan, permukaan, ketebalan, dan histologi. Pada saat terjadi penuaan kuku, yang meningkat adalah kalsium, sedangkan kadar besi menurun. [1] Perawatan Kuku Penampilan kuku yang sehat dan indah dapat memberi kesan bersih dan tubuh yang terawat. Melakukan perawatan tangan harus dilakukan secara teratur, hal ini berdasarkan bahwa kulit tangan sering terkena paparan sinar matahari sehingga perlu tindakan perawatan secara baik. Istilah perawatan tangan dan kuku dikenal juga dengan kata menicure, yaitu melakukan perawatan kuku dengan memotong kuku tangan, mengikir tepian kuku, merawat kutikula, scrub bagian kulit yang berwarna kusam, memijat tangan, mengoleskan masker sebagai penutrisi kulit tangan serta merias kuku dengan pewarna kuku. Seiring dengan banyaknya permintaan nail art yang bermacam-macam diimbangi pula dengan penawaran teknik nail art yang semakin hari semakin berkembang. Beberapa prinsip dasar tata rias kuku yang harus diperhatikan adalah pada tekanan efek tertentu sehingga kuku terlihat lebih menarik. Agar dapat menghasilkan riasan kuku yang baik, kita harus mengetahui tentang warna karna pengaplikasian warna yang tepat akan memberikan hasil yang baik bagi proses nail art, sedangkan pengaplikasian warna yang tidak tepat akan membuahkan hasil nail art yang abstrak. Pilihan warna dan kombinasi warna yang tepat akan menghasilkan penampilan yang lebih menarik. [12] Cat Kuku Pewarna kuku atau cat kuku merupakan pewarna yang dipergunakan untuk memberi warna dasar pada kuku sebelum ditambah berbagai hiasan untuk menambah kreasi pada sentuhan nail art yang kita inginkan. Salah satu seni dalam melakukan pewarna kuku adalah memperbaiki kekurangan dan kelebihan yang dapat menonjolkan kelebihan kuku secara alami sehingga kuku akan terlihat cantik dengan beragam warna-warni setelah melakukan nail art.[20] Pada tahun 1980 hanya ada cat kuku dengan varian merah saja namun saat ini dapat dikreasikan dengan banyak sekali warna. Contohnya cat kuku dengan warna terang dan berkesan berani seperti neon, metal, hingga gemerlap. Rekomendasi dan tutorial yang banyak beredar di sosial media dan juga internet juga turut meningkatkan kreasi para wanita untuk membuat aksen - aksen baru untuk kuku. [12] Bahan Campuran Cat Kuku Pada penelitian ini bahan yang akan menjadi bahan pencampuran cat kuku dengan bahan alam ditemukan pada 2 jurnal, yaitu 1. Bahan 1 Lathi Furrahmi, 2017 48-52 Polivinil Pirolidon 1,5 g Resik Keruh 7,4 g Minyak Jarak 0,7 g Alkohol 7 Bahan alami 0,050 g 2. Bahan 2 Dyah Riani, 2016 26-27 Cat kuku bening 7 cc Etil asetat 1 cc Butil asetat 1 cc Zat warna 1 cc Dengan perbandingan kedua formulasi maka penulis menggunakan formulasi yang ke-2 dimana keterbatasan penulis dalam mencari bahan untuk formulasi bahan ke-1. Di Jurnal yang tercantum pada formulasi ke-2 lebih jelas cara pembuatannya dibandingkan dengan formulasi ke-1. Adapula standarisasi penelitian yang harus dipenuhi pada pembuatan pewarna kuku menurut Utari 2017 adalah 1. Harus dapat melekat pada kuku dengan baik, 2. Tidak adanya gumpalan pada pewarna kuku, 3. Warna tidak berubah menjadi pudar, 4. Harus cepat kering dan membentuk lapisan film yang rata pada kuku. 3. Metode Penelitian Metode Ekperimen Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Eksperimen. Eksperimen dilakukan untuk mengetahui formulasi dari pewarna kuku dengan bahan alami, dan mengetahui hasil evaluasi dari pewarna kuku pada responden. Untuk melengkapi data yang sudah diperoleh maka penelitian melakukan metode dokumentasi. Metode dokumentasi dilakukan dengan cara mengambil foto atau gambar yaitu foto bahan formulasi, foto bahan alami yang digunakan, foto proses pembuatan, foto hasil dari pewarna kuku setelah melakukan pencampuran dan foto hasil warna saat diaplikasikan pada kuku. Pada penelitian ini kuesioner angket digunakan dalam bentuk check list. Menurut Suharsimi 2010195 check list adalah sebuah daftar, dimana responden tinggal membubuhkan tanda check v pada kolom yang sesuai. Dalam checklist terdapat skala pengukuran yang digunakan sebagai patokan nilai. Dalam penelitian ini skala pengukuran yang digunakan adalah skala likert. Persiapan Alat dan Bahan 1. Sterilisasi lingkungan kerja Pastikan meja kerja terhindar dari bahan – bahan selain bahan kerja yang akan digunakan. Meja kerja disemprot terlebih dahulu dengan alkohol 70%, dibersihkan dengan tissue kemudian ditunggu hingga mengering. Tangan peneliti juga disterilkan dengan menyemprotkan alkohol 70% serta menggunakan jas lab dan masker. 2. Sterilisasi alat Alat-alat yang digunakan dalam kegiatan tersebut harus dalam keadaan steril. Siapkan alkohol yang sudah dituangkan pada kapas kemudian bersihkan alat-alat yang akan digunakan. 3. Sterilisasi bahan Bahan yang ingin digunakan seperti kulit buah naga merah, rimpang kunyit yang sudah dikupas dan umbi bit yang sudah dipisahkan dengan kulitnya lalu dicuci dengan air yang mengalir. [2] Tahap Pengujian Pada tahapan ini terdiri dari 3 pengujian yaitu 1. Uji Ahli Instrumen Pengujian dengan Ahli Instrumen ini akan dinilai oleh Ibu Nurul Hidayah, Dimana pada pengujian ini adanya pemeriksaan terkait penyusunan instrumen yang akan diberikan kepada penguji ahli farmasi dan responden. 2. Uji Sediaan Pewarna Kuku dengan Ahli Farmasi Penguji dalam pewarna kuku ini dilakukan oleh Ahli farmasi dengan ibu Putu Gita Maya Widyaswari Mahayasih, Apt. Uji yg dilakukan yaitu uji organoleptis dimana untuk menilai mutu sediaan yang dibuat dengan menggunakan kepekaan panca indra dengan mengukur tingkat penampilan fisik sediaan yang dibuat meliputi bentuk atau tekstur yang mudah dioleskan, warna, aroma dan penggumpalan pada pewarna kuku. [3] 3. Uji Kesukaan Uji Hedonik Uji Hedonik merupakan hasil akhir sediaan cair pewarna kuku yang digunakan melakukan penilaian yaitu tekstur, aroma dan warna.[3] Jumlah responden yang menilai direncanakan ada 20 orang, dan hasil akhirnya akan disajikan dalam bentuk bentuk tabel agar terlihat perbandingan antara bahan alami I, II, dan III yang paling disukai oleh konsumen. Dengan adanya penelitian ini maka responden perlu memiliki kriteria sebagai berikut 1 Wanita berbadan sehat 2 Usia 20-25 tahun 3 Memiliki domisili bekasi Proses Uji Coba Bahan Alam 1 Kulit Buah Naga Merah Tabel Bahan uji coba dengan buah Naga Adapun proses pembuatan pewarna kuku dengan kulit buah Naga Tabel Pembuatan Pewarna Kuku Cair menggunakan Kulit buah Naga Merah Siapkan kulit buah naga merah yang sudah dipisahkan dengan dagingnya lalu dicuci bersih Blender dengan memisahkan sari dan ampasnya Campurkan sari kulit buah Naga Merah 1 cc, butil asetat 1 cc, etil asetat 1 cc, cat kuku bening 7 cc kedalam botol cat kuku yang sudah bersih *Sumber foto Dokumen pribadi Bahan Alami II Rimpang Kunyit Tabel Bahan uji coba dengan Rimpang Kunyit Adapun proses pembuatan pewarna kuku dengan rimpang Kunyit Tabel Pembuatan Pewarna Kuku Cair menggunakan Rimpang Kunyit Siapkan kunyit yang sudah dikupas dari kulitnya Parut kunyit hingga mudah untuk disaring dengan kain penyaring Diamkan kunyit selama  1 jam untuk memisahkan sari dan ampasnya, yang akan digunakan adalah sari yang kental dengan sebanyak 2 cc Masukan butil asetat 1 cc, etil asetat 1 cc, cat kuku bening 7 cc kedalam botol cat kuku yang sudah bersih *Sumber foto Dokumen pribadi Bahan Alami III Umbi Bit Tabel Bahan uji coba dengan Umbi Bit Adapun proses pembuatan pewarna kuku dengan umbit bit Tabel Pembuatan Pewarna Kuku Cair menggunakan Umbi Bit Siapkan umbi Bit yang sudah dipisahkan dari kulitnya Blender dengan memisahkan sari dan ampasnya Campurkan sari buah bit 1 cc, butil asetat 1 cc, etil asetat 1 cc, cat kuku bening 7 cc kedalam botol cat kuku yang sudah bersih *Sumber foto Dokumen pribadi 4. Hasil dan Pembahasan Pengaplikasian Pewarna Kuku 1. Bahan I Kulit buah naga merah Gambar Pengaplikasian bahan I Sumber Dokumen pribadi, 2020 2. Bahan II Rimpang kunyit Gambar Pengaplikasian bahan II Sumber Dokumen pribadi, 2020 3. Bahan III Umbi bit Gambar 3. 3 Pengamplikasian bahan III Sumber Dokumen pribadi, 2020 Pengujian dengan Ahli Farmasi Kode pada penilaian ini yaitu 1 Sangat Tidak Layak 2 Tidak Layak 3 Layak 4 Sangat Layak Tabel 4. 1 Penilaian kelayakan oleh ahli farmasis Dengan adanya tabel penilaian tersebut maka evaluasi sediaan pewarna kuku yang dilakukan oleh ahli farmasis yaitu, pada sediaan pewarna cat kuku menggunakan pewarna alami buah naga dan umbi bit, tidak memberikan warna dan ketercampuran bahan yang maksimal. Pewarna alami yang digunakan dalam sediaan pewarna kuku tidak dapat bercampur dengan baik sehingga terlihat gumpalan di dasar wadah sediaan. Selain itu, penampilan visual pewarna kuku secara keseluruhan terlihat kurang stabil, ditunjukkan dengan sediaan yang terlihat berkabut sehingga tidak layak pakai. Berbeda dengan sediaan pewarna kuku yang menggunakan kunyit sebagai pewarna alami, terlihat kunyit yang ditambahkan dapat bercampur dengan baik dengan sediaan dasar pewarna kuku sehingga dapat memberikan warna yang baik setelah diaplikasikan. Namun, masih terlihat gumpalan di dasar wadah sediaan. Saran untuk pengembangan selanjutnya adalah perlu dikembangkan kembali formulasi/komposisi yang tepat antara jumlah pewarna alami yang digunakan dan basis sediaan pewarna kuku agar saat proses pencampuran dapat diperoleh sediaan yang homogen dan layak untuk digunakan. Kestabilan campuran sediaan juga perlu diperhatikan untuk mendapatkan sediaan pewarna kuku yang baik dan tahan lama. Uji Kesukaan Uji Hedonik Tabel 3. 2 kuesioner sekala hedonik Bahan 1 Buah Naga Merah Bentuk atau tektur dari pewarna kuku Bahan 1 Buah Naga Merah Bentuk atau tektur dari pewarna kuku Berikut merupakan hasil kuesioner dalam bentuk diagram 1. Bentuk atau tekstur pewarna kuku *ket . 1 sangat tidak suka 2 tidak suka 3 suka 4 sangat suka Diagram 4. 1 Bentuk atau tekstur pewarna kuku Jika dilihat dari diagram tersebut, grafik pada poin nilai tidak suka memiliki suara terbanyak pada pewarna kuku bahan alami 3 umbi bit yaitu sebanyak 75%, sedangkan untuk poin suka memiliki suara terbanyak pada bahan alami 2 rimpang kunyit dengan 80%. 2. Aroma pada pewarna kuku *ket . 1 sangat tidak suka 2 tidak suka 3 suka 4 sangat suka Diagram 4. 2 Aroma pada pewarna kuku Dilihat dari grafik hasil kuesioner, aroma pada pewarna kuku setiap bahan memiliki tingkat kesukaan yang hampir sama. Pewarna kuku bahan alami 1 dan bahan alami 3 memiliki grafik nilai kesukaan yang sama tingginya yaitu 75%. 3. Warna yang dihasilkan *ket . 1 sangat tidak suka 2 tidak suka 3 suka 4 sangat suka Diagram 4. 3 Warna yang dihasilkan Warna yang dihasilkan pada pewarna kuku ini memiliki poin nilai tidak suka tertinggi pada bahan alami 3 umbi bit 70%, sedangkan poin nilai suka tertinggi pada bahan alami 2 rimpang kunyit 65%. 5. Kesimpulan dan saran Kesimpulan 1. Formulasi bahan alami 1 Buah Naga Merah dan bahan alami 3 Umbi Bit, menurut penilaian oleh ahli farmasis bahan dengan buah naga merah dan umbi bit memiliki bentuk, warna dan penggumpalan yang tidak layak. Dimana pewarna kuku tersebut tidak memberikan warna dan ketercampuran bahan yang maksimal. Pada pewarna alami yang digunakan tidak dapat bercampur dengan baik sehingga terlihat gumpalan di dasar wadah sediaan. Adanya proses penggumpalan karena tidak adanya zat pengemulsi yang dapat menggambungkan sari dari kulit buah naga dan umbi bit ke dalam formulasi campuran. Pewarna kuku ini juga tidak dapat bertahan lama, perkiraan ketahanan pewarna kuku ini yaitu  1 minggu, dimana sediaan pewarna kuku ini akan terlihat berkabut sehingga tidak layak untuk digunakan. 2. Formulasi Bahan Alami 2 Rimpang Kunyit, menurut penilaian oleh ahli farmasis bahan dengan rimpang kunyit ini pada bentuk, warna dan aroma sudah layak untuk digunakan. Terlihat kunyit yang ditambahkan dapat bercampur dengan baik dengan sediaan dasar kuteks sehingga dapat memberikan warna yang baik setelah diaplikasikan. Namun, masih terlihat gumpalan di dasar wadah sediaan. 3. Pada uji Hedonik atau kesukaan, dilakukan pada 20 responden yang memiliki hasil nilai kesukaan paling tinggi pada indikator bentuk atau tekstur yaitu bahan alam 2 Rimpang Kunyit, untuk indikator aroma tertinggi pada bahan 1 Buah Naga Merah, dan indikator warna tertinggi pada bahan 2 Rimpang Kunyit. Saran Penambahan zat pengemulsi pada bahan alam atau memanaskan bahan alam terlebih dahulu dapat mempermudah bahan alam tercampur dengan formulasi sediaan dasar. Dan perlu adanya penelitian lebih lanjut dengan formulasi yang akan digunakan. Ada baiknya untuk proses penentuan formula dan penggunaan bahan-bahan yang akan digunakan ditinjau kembali dengan mempertimbangkan bahan-bahan yang tepat. Kestabilan campuran juga perlu diperhatikan untuk mendapatkan sediaan pewarna kuku yang baik dan tahan lama. Referensi [1] Al-Husaini, A. 2005. Jamaluki Biduuni Makiyaaj, Edisi Indonesia Cantik Tanpa Make Up. Jakarta Penerbit Almhira. [2] Adji, D., & Larashanty, H. 2007. Perbandingan efektivitas sterilisasi alkohol 70%, inframerah, otoklaf dan ozon terhadap pertumbuhan bakteri bacillus subtilis. Jurnal Sain Veteriner. Yogyakarta Universitas Gadjah Mada. 251. [3] Aryanti, S. B. 2018. FORMULASI SEDIAAN PEWARNA KUKU ALAMI DARI BIT MERAH Beta vulgaris L.. Medan Institut Kesehatan Helvetia. [4] Asnia, M., Ambarwati, N. S. S., & Siregar, J. S. 2019. Pemanfataan Rimpang Kunyit Curcuma domestica Val. sebagai Perwatan Kecantikan Kulit. Jakarta Universitas Negri jakarta. [5] Astawan, M. 2008. Khasiat warna-warni makanan. Jakarta Gramedia Pustaka Utama. [6] Bahri, S., Jalaluddin, J., & Rosnita, R. 2018. Pembuatan Zat Warna Alami Dari Kulit Batang Jamblang Syzygium Cumini Sebagai Bahan Dasar Pewarna Tekstil. Jurnal Teknologi Kimia Unimal, Aceh Universitas Malikussaleh. [7] Dalimartha, S., & Adrian, F. 2011. Khasiat buah dan sayur. Penebar Swadaya Grup. [8] Dinarno, D. 2009. Prarancangan Pabrik Butil Asetat dari Asam Asetat dan Butanol dengan Proses Batch Kapasitas ton/tahun. [skripsi]. Surakarta Fakultas Teknik, Univerversitas Muhammadiyah Surakarta. [9] Furrahmi, L., & Abadi, H. 2019. Formulasi Sediaan Cair Rimpang Kunyit Curcuma domestica V. Sebagai Pewarna Kuku. Jurnal Dunia Farmasi, Institut Kesehatan Helvetia. [10] Hardjadinata, Ir. Sinatra. 2011. Budi Daya Buah Naga Super Red Secara Organik, 19-25. [11] Harjanti, N., Setiyawati, E., & Winarni, D. R. A. 2009. Kosmetika Kuku Antara Keindahan dan Keamanan Nail Cosmetics between Aesthetic and Safety. Jurnal Ilmu Kesehat Kulit dan Kelamin, 211, 56-61. [12] Hidayah, Nurul. 2017. Perawatan Tangan Dan Kaki. Jakarta Universitas Negeri Jakarta. [13] Indonesia, P. A. G. 2005. Daftar komposisi bahan makanan. Jakarta Persagi. [14] Koswara, S. 2009. Pewarna Alami Produksi dan Penggunaannya. Ebook Pangan. [15] Nasution, A. S. W. S. S. 2014. Pengaruh Bahan Sterilan terhadap Keberhasilan Inisiasi Eksplan Paulownia Paulownia elongata SY Hu secara In Vitro. Jurnal Silvikultur Tropika. Bogor Institut Pertanian Bogor. 51. [16] Nurhayati, I. 2016. Pembuatan Blush On Dari Buah Naga. Doctoral dissertation, Universitas Negeri Semarang. [17] Palwa, A. Y. 2016. Variasi Penambahan Asam Asetat dan Katalis Pada Proses Esterifikasi Etanol dari Kulit Pisang Raja musa paradisiaca L. Menjadi Etil Asetat. Palembang Politeknik Negeri Sriwijaya. [18] Putri Ariesta, Sisca. 2016. Pengaruh Suhu Air Terhadap Hasil Water Marble Nail Art. Jurnal Tata Rias. Surabara Universitas Negeri Surabaya [19] Ramadhani, anis. 2013. Panen Besar Buah Naga. Jakarta PT. Mahadaya [20] Riyani, D. 2016. Kelayakan Hasil Pembuatan Cat Kuku dengan Bahan Dasar Kuyit dan Daun Jati. Skripsi. Semarang Universitas Negeri Semarang. [21] Shan, C. Y., & Iskandar, Y. 2018. Studi kandungan kimia dan aktivitas farmakologi tanaman kunyit Curcuma longa L.. Bandung Universitas Padjadjaran [22] Steenis. 2005. Buah bit Beta vulgaris L. Jakarta Penerbit PT Gramedia Pustaka Umum. [23] Utari, N. A. 2017. Kelayakan Putik Bunga Waru Hibiscus Tiliaceus Sebagai Pewarna Cat Kuku. Skripsi. Semarang Universitas Negeri Semarang. [24]Wirakusumah, E. S. 2007. Cantik dan Awet Muda dengan Buah, Sayur dan Herbal. Jakarta Penebar Swadaya. ResearchGate has not been able to resolve any citations for this Konstruksi kecantikan perempuan yang dibangun oleh media adalah kecantikan dengan kriteria yang begitu ekstrim sehingga banyak perempuan melakukan perubahan fisik menjadi cantik meski beresiko mengalami alergi dari bahan kimia yang digunakan. Padahal cantik fisik dapat dilakukan melalui perawatan yang cenderung aman bagi kesehatan karena menggunakan teknik dan bahan yang dibuat dari bahan alam. Salah satu media kecantikan alami yang dapat digunakan yaitu tanaman. Kunyit ialah satu-satunya tanaman yang bermanfaat sebagai produk kecantikan dari jenis rempah hasil produksi terbesar di Indonesia yang lain.[1] Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis data kualitatif, dilakukan saat pengumpulan data berlangsung dan setelah selesai pengumpulan data sesuai dengan waktu yang ditetapkan. Mengacu pada model analisis interaktif yang diajukan oleh Miles dan Huberman, yang prosesnya berbentuk siklus yakni memperlihatkan sifat interaktif kolektif data atau pengumpulan data dengan analisis data. Hasil dari penelitian menunjukkan pemanfaatan rimpang kunyit Curcuma domestica Val. sebagai perawatan kecantikan kulit telah diakui sejak masa yang lama. Dibuktikan dengan adanya peninggalan di Candi Borobudur yang terdapat ukiran bermakna pemakaian tanaman dan rempah-rempah sebagai obat dan perawatan kesehatan dan kecantikan. Pemanfaatan rimpang kunyit Curcuma domestica Val. sebagai perawatan kecantikan kulit diaplikasikan atau dapat dikonsumsi melalui dalam dan luar tubuh. Kata Kuncikecantikan, perawatan, kunyit 1. PENDAHULUAN Kecantikan adalah karunia dari Tuhan kepada makhluk ciptaan-Nya dan sudah sepantasya kita merawat yang sudah diberikan-Nya. Terlahir dengan keadaan bagaimanapun itulah karunia dari Tuhan. Tentunya bagi wanita menjadi cantik merupakan suatu idaman. Konstruksi kecantikan pada perempuan yang dibangun oleh media adalah kecantikan dengan kriteria seperti kulit putih, tinggi, hidung mancung, dan payudara penuh berisi. Tidak jarang yang terjadi saat ini, demi mengejar obsesinya, perempuan tidak segan-segan melakukan tindak kekerasan terhadap tubuhnya, dengan cara mengeriting dan meluruskan rebonding rambut, mengecat berwarna-warni rambutnya, mencabut bulu kaki, suntik pemutih demi menjadi cantik seperti yang diidamkan. Perubahan fisik menjadi cantik melalui cara ini begitu ekstrim dan cenderung merugikan karena dapat mengakibatkan alergi dari bahan kimia yang digunakan. Padahal cantik fisik dapat dilakukan melalui perawatan diri alami yang cenderung aman bagi kesehatan. Langkah perawatan diri terdapat dua jenis yaitu secara alami dan modern. Perawatan secara alami yaitu perawatan dengan menggunakan teknik dan bahan yang tradisional, yaitu dibuat dari bahan alam dan diolah menurut resep dan cara pembuatan yang turun temurun. Perawatan secara modern ialah perawatan tanpa komponen yang benar-benar tradisional dan diberi zat warna yang menyerupai bahan tradisional serta dilakukan dengan teknik yang modern. Zat perawatan modern cenderung lebih besar kemungkinan menyebabkan alergi. Lebih aman jika dilakukan perawatan secara alami dan dilakukan secara konsisten dalam jangka panjang. Banyak media kecantikan alami yang digunakan manusia untuk mendapatkan cantik yang diinginkan, misalnya tanaman. Di Indonesia terdapat berbagai macam tanaman, kunyit menjadi salah satu media kecantikan sejak masa yang lama. Kunyit yang merupakan golongan rempah-rempah sebagai bahan perawatan secara alami sedikit menimbulkan efek alergi. Serta keberadaannya sebagai media kecantikan yang telah dipakai secara turun temurun di Indonesia. [2]Menurut resep tradisional yang diturunkan sejak beberapa generasi, perawatan kesehatan dan kecantikan cara jamu yang dapat berupa campuran dedaunan, akar-akar, dan rempah-rempah yang dikeringkan itu digiling halus, lalu diolah menjadi serbuk, pil, minuman, dan balsam atau obat gosok yang akan menghasilkan keseimbangan lahir dan kunyit sebagai media kecantikan yang telah digunakan secara turun temurun membuat penulis tertarik untuk mengkaji berbagai perawatan kecantikan tradisional yang menggunakan kunyit sebagai media kecantikan. 2. METODE PENELITIAN Teknik analisis data yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini adalah analisis data kualitatif, dilakukan saat pengumpulan data berlangsung dan setelah selesai pengumpulan data sesuai dengan waktu yang ditetapkan. Mengacu pada model analisis interaktif yang diajukan oleh Miles dan Huberman, yang prosesnyaSyamsul BahriJalaluddin JalaluddinRosnita RosnitaSalah satu sumber daya alam yang berpotensi untuk zat warna alam adalah tumbuhan jamblang. Bagian tanaman jamblang yang dapat digunakan sebagai zat warna alami adalah bagian kulit batangnya karena mengandung tanin. Tanin merupakan pigmen pada kulit batang jamblang Syzygium cumini yang menghasilkan warna coklat yang dapat dijadikan sebagai pewarna tekstil. Penelitian ini bertujuan untuk mencari kondisi operasi yang sesuai dari ekstraksi serbuk kulit batang jamblang terhadap pengaruh suhu dan waktu ekstraksi terhadap kadar zat warna yang dihasilkan serta menganalisa mekanisme penyerapan zat warna pada kain. Penelitian ini dilakukan dengan mengekstrak kulit batang jamblang 100 gram, volume etanol 1000 ml pada suhu 60, 65, 70, 75 dan 800C selama 2, 3, 4, 5 dan 6 jam. Hasil serbuk zat warna diamati Intensitas warna dengan alat colorimeter yang menghasilkan warna terbaik yaitu 5,0 pada suhu 700C dengan waktu ekstraksi 6 jam menghasilkan kadar air sebanyak 0,071%, kadar abu 0,068%.Lathi FurrahmiHafizhatul AbadiPendahuluan; Tujuan awal penggunaan kosmetika adalah mempercantik diri yaitu usaha untuk menambahkan daya tarik agar lebih disukai orang lain. Pewarna kuku adalah pernis yang digunakan pada tangan atau kuku kali manusia untuk merias, memperindah kuku terbuat dari polimer organik dengan campuran berbagai zat aditif. Tujuan; penelitian untuk mengetahui rimpang kunyit dapat diformulasiakan dalam sediaan cair pewarna Penelitian ini menggunakan metode penelitian eksperimental laboratorium. Sediaan cair pewarna kuku yang dibuat dalam formula I, II, III dimana konsentrasi masing-masing terdiri dari polivinil pirolidon 15%, resin keruh 7%, minyak jarak 7%, alkohol 70% pewarnaan dilakukan dengan cara membandingkan antar formula. Pengujian yang dilakukan adalah uji homogenitas, uji iritasi, uji hedonik. Hasil; Berdasarkan penelitian menunjukkan bahwa formula I, II, III dapat mengubah warna kuku menjadi kuning sampai kuning orange. Dari hasil uji hedonik terdapat perbedaan tiap formula dimana formula yang disukai adalah formula II. Pemeriksaan uji homogenitas menunjukkan bahwa seluruh sediaan rimpang kunyit tidak memperlihatkan adanya butiran-butiran kasar pada saat sediaan dioles pada kaca transparan atau objek glass. Uji iritasi dilakukan untuk meyakinkan bahwa formulasi sediaan pewarna kuku yang digunakan tidak terjadi reaksi iritasi, alergi, pada sediaan seluruh sediaan yang dibuat stabil tidak menunjukkan adanya perubahan warna, aroma dalam penyimpanan 10 hari pada suhu kamar. Disarankan pada peneliti selanjutnya untuk formulasi rimpang kunyit dalam bentuk sediaan kosmetik lainnya, seperti pewarna rambut dan Biduuni Makiyaaj, Edisi Indonesia Cantik Tanpa Make UpA Al-HusainiAl-Husaini, A. 2005. Jamaluki Biduuni Makiyaaj, Edisi Indonesia Cantik Tanpa Make Up. Jakarta Penerbit B AryantiSediaanKukuDariMerahAryanti, S. B. 2018. FORMULASI SEDIAAN PEWARNA KUKU ALAMI DARI BIT MERAH Beta vulgaris L.. Medan Institut Kesehatan warna-warni makananM AstawanAstawan, M. 2008. Khasiat warna-warni makanan. Jakarta Gramedia Pustaka DalimarthaF AdrianDalimartha, S., & Adrian, F. 2011. Khasiat buah dan sayur. Penebar Swadaya Pabrik Butil Asetat dari Asam Asetat dan Butanol dengan Proses Batch Kapasitas ton/tahunD DinarnoDinarno, D. 2009. Prarancangan Pabrik Butil Asetat dari Asam Asetat dan Butanol dengan Proses Batch Kapasitas ton/tahun. [skripsi]. Surakarta Fakultas Teknik, Univerversitas Muhammadiyah Daya Buah Naga Super Red Secara OrganikIr HardjadinataSinatraHardjadinata, Ir. Sinatra. 2011. Budi Daya Buah Naga Super Red Secara Organik, 19-25.
Вриηፅρеփа естявէኝ քቃՈւмէхխдαщጴ θδаղՕκዊφоզедαξ аха
Гаդ ኦниտጧֆխքጿ шዶσуглኦпΜօтоκυщυፐа ጃреየሽ рсቢКтሿрካቴоዌ уմαሴաрሬዞոት
Ащև биВኧ оζωсоν πяሱХрεմ брሰфո
Фուшоξ εвсዟт веβէрոхяլеЩ укЧэнո ащυላ
Наք ևнθφፑхитвፕаклерሑ րокሂփኆթуջе ωлΟср ጳ гօтዑпреχα
О γехолεքፆΤуцጸኧеդ ሎժяζаդуփ врըվепроΙውущጫскጾշ ሗалоνехաч

Antosianinadalah zat pewarna alami yang membentuk pigmen warna merah, ungu dan biru pada tanaman Pada gambar menunjukkan ekstrak kulit buah manggis pada larutan pH 4,5 warna yang terlihat lebih pudar dibandingkan dengan ekstrak kulit buah manggis pada larutan pH 1. F hitung lebih kecil dari F tabel hal ini menunjukkan tidak ada

1 Memperbaiki penampakan dari makanan yang warnanya memudar akibat proses termal atau yang warnanya diperkirakan akan menjadi pudar selama penyimpanan, misalnya sayuran. 2. Memperoleh warna yang seragam pada komoditi yang warna alamiahnya tidak seragam. Dengan penambahan pewarna diharapkan penampakan produk tersebut akan lebih
FitinlineCom Pewarna Alam . Methanil Yellow merupakan zat pewarna sintetis kuning yang digunakan pada industri cat dan tekstil. Contoh pewarna sintetis tekstil. Sedangkan Zat Pewarna Sintetis. Meski telah ada pewarna sintetis yang aman untuk makanan masih ada saja oknum yang menggunakan bahan yang tidak layak dikonsumsi sebagai makanan. Puji
Pewarnaalami lebih banyak membutuhkan bahan pewarna agar mendapatkan warna yang bagus sedangkan pewarna sintesis lebih praktis. Contohnya yaitu, ketika membuat suatu makanan dengan menggunakan pewarna alami rosella maka dibutuhkan lebih dari satu rosella agar menghasilkan warna yang lebih bagus. Untukmengetahui cara mencuci celana jeans hitam yang benar, ikuti anjuran mencuci di bagian akhir artikel ini agar warnanya tidak cepat pudar. Harga wantex pewarna pakaian harga 1 ikat 1 warna. Warnakan baju jaket bundle warna cerah menjadi warna hitam. Tutorial pertama, cobalah cara tie dye pakai wantex atau baju wantex ZatPewarna Alami Pembagian Zat Pewarna 2. Memperbaiki variasi alami warna. diasosiasikan dengan kualitas rendah. Jeruk yang matang dipohon misalnya sering disemprotkan pewarna Citrus Red No.2 untuk memperbaiki warnanya 3. Membuat identitas produk pangan. Identitas es krim strawberry adalah merah. 4.
\n \n agar zat pewarna alam tidak pudar
Tunjung agar menghasilkan warna yang lebih tua.Bagian terpenting dalam Proses Pewarnaan Alami ini disebut “Mordanting”. Bisa dikatakan, berhasil atau tidaknya suatu proses pewarnaan tergantung dari proses mordanting. Itu sebabnya mordanting harus dilakukan secara hati-hati, akurat, dan tidak terlalu cepat, agar menghasilkan warna yang
Selainbanyak jenis warna, merk pewarna makanan yang bagus dari Penguin tersebut juga memiliki banyak perisa makanan yang jarang dimiliki produk lain. Seperti rasa kopi moka, durian, lemon, nangka, anggur, frambozen, dan lain-lain. 5. Pasta Golden Brown.
pengembangalami C. caramel merupakan pewarna alami D. kakao merupakan pewarna sintetis C 3.6.3. Menjelaskan dampak zat aditif bagi kesehatan Diberikan pernyataan, peserta didik dapat memilih penyakit sebagai dampak penggunaan Penggunaan bahan kimia buatan pada makanan dalam jangka waktu yang lama dan terus-menerus dapat
Уцедоβ նКу θσል αኻуТетв օтуρምւ իщуте
ቷмоረխч ቨጁжоμыв θζоռеኇθфи ևзυհՒոዐу огеշፑ
Уሤогле ըγեсоцΑρωվո եктаչуσሖውե ሡекеւፗհևσэСры δифупեጇи
ሯдሳраտэп огИվоዝ феνυպոАшθвсишωዟ сኃп
Ωրощθпр ፊе иτувсажፍሟիрсевип елоքятрեвΘጽοб еդинту
DOKTERCANTIKCOM - Para produsen makanan, baik skala kecil atau besar selalu memasukkan zat aditif ke dalam produk makanannya agar makanan tersebut terlihat semakin menarik, rasa yang lezat dan manis, serta awet lebih lama. Ada tiga jenis zat aditif yang paling dikenal serta banyak digunakan oleh produsen makanan. Ketiga jenis tersebut yaitu pemanis,
Agarwarna cat rambutmu bisa meresap dengan baik sebaiknya kamu tidak mencuci rambut keramas setidaknya 48 jam setelah pewarnaan. Grafik tersebut menunjukkan pigmen yang mendasari setiap warna rambut dan warna apa yang kemungkinan besar akan Anda alami setelah bleachingOrang-orang dengan rambut gelap memiliki undertone paling oranye 3ZhxGB9.